Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Lembar Nilai vs. Lembar Penilaian

  Beberapa hari yang lalu saya didaulat menjadi juri. Silakan tebak sendiri, lomba apa itu. Panitia menyodorkan blangko yang disebut olehnya lembar penilaian. Saya buka. Saya masygul. Ada tiga perkara yang membuat saya masygul. Pertama,  ada aspek penilaian yang tidak mungkin saya bisa menilainya: ketepatan waktu pengumpulan (karya). Saya menawar untuk tidak menilai aspek itu. Panitia memberi tahu: semua karya dikumpulkan sebelum batas akhir pengumpulan. Saya bersikeras. Saya hanya bisa menilai apa yang saya tahu, bukan sesuatu yang saya diberi tahu. Kedua,  perincian unsur-unsur yang dinilai tidak standar. Ada unsur penting yang luput dari sasaran penilaian. Sebaliknya, ada unsur cabang yang terpisah dari induknya. Saya bertanya: apakah kriteria penilaiannya boleh dimodifikasi? Jawabannya: tidak. Sudah final. Mutlak. Saya mencoba menggurui. Saya tunjukkan kriteria penilaian yang lazim dipakai dalam lomba serupa. Juga saya tawarkan alternatif penyederhanaannya. Tidak laku. Ya sudah. Sa

Dokter: Buat Apa Disingkat?

Seorang teman mengunggah tulisan di sebuah platform grup percakapan: "Berikut ini saya menemukan beberapa penulisan yang berbeda dalam plang di bangunan rumah sakit yang cukup membingungkan banyak orang bagaimana penyebutannya. Misalnya, RS dr. Sismadi, RS Dr. Suyoto, RS Dr. Reksodiwiryo, RSU Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sardjito, Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, RSUD dr. Soedono, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RS Dr. J. H. Awaloei, Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan, RSK dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUD dr. Murjani Sampit, RSUD dr. Slamet Garut, dan RSUP Dr. Hasan Sadikin. Penulisan Dr dan dr di plang bangunan rumah sakit di atas berbeda- beda. Praktik penulisan itu yang bisa bikin orang bingung." Diam-diam saya menyimpan kekaguman di dalam hati. Teman saya itu tentu pesiar hebat. Begitu banyak kota di Nusantara yang sudah dirambahnya. Lebih hebat lagi, ia begitu jeli mencermati tulisan pada papan nama rumah-rumah sakit yang dijumpai di kota-kota itu. Tapi, dasar berotak n

Banyak Jalan (Pintas) Menuju KTI *)

  Sekitar 10 tahun yang lalu “ Engko sore aku diterke neng omahe kancaku, ya, Kang? ” (Nanti sore [tolong] aku diantar ke rumah temanku, ya, Bang?) Saya tak menjawab permintaan itu. Bukan karena saya tak mendengar. Juga bukan karena saya lagi menderita sariawan. Siang menjelang sore dia sudah bersiap. “Ayo, gek mangkat, Kang!” (Ayo, segera berangkat, Bang!) Kali ini ajakan itu pun tak saya jawab. Saya justru duduk santai di kursi sebelahnya. Padahal dia sudah berdandan rapi. Tak mengherankan kalau kemudian perasaannya jadi kacau! Betapa tidak! Paginya dia membuat janji dengan temannya. Untuk kemudian pergi ke suatu tempat. Menemui seseorang. Atau, mungkin, beberapa orang. Untuk membuat karya tulis ilmiah (KTI). Laporan hasil penelitian. Itu H-1 menjelang batas akhir pengumpulan berkas portofolio. Untuk pengajuan usulan sertifikasi sebuah profesi. Saya sudah membantu menghitung nilai yang diperoleh dari seluruh dokumen yang dimiliki. Kurangnya masih banyak. Amat sangat banyak

Menang tanpa Ngasorake (secuil seni negosiasi)

  Credit: https://depositphotos.com/6578713/stock-illustration-bullying-boss-shouting-and-pointing.html  Siang yang Gerah   Seorang lelaki gagah datang ke sekolah. Ia hendak mengadukan perundungan yang menimpa anak gadisnya. Tak sekadar mengadu, si ayah juga melancarkan tuntutan: sang pelaku harus dikeluarkan! Sangar: pecat! Beruntung, ia gagal bertemu dengan panglima sekolah. Sang Jenderal tengah mengikuti kegiatan dinas di luar. Hanya dua deputinya yang menerima sang tamu. Sebenarnya, sang Jenderal pun sekadar panglima  pocokan . Kedudukan resminya sama dengan kedua tandemnya: deputi. Panglima yang asli sedang cuti untuk keperluan ibadah. Kepalang tanggung. Waktu dan tenaga sudah dikorbankan. Sayang kalau niat tak jadi terlaksana. Tak ada rotan, rumput pun boleh. "Bla ... bla ... bla ...!" tutur si tamu, bak orang kalap, "Bapak-Bapak tentu tahu, ini sudah keterlaluan! Pelanggaran berat! Menyangkut etika! Ranahnya moral! Ini yang namanya "pagar makan tanaman"!

Stimulasi Membaca pada Anak Usia Dini

Laporan hasil survei oleh Central Connecticut State Univesity (CCSU) bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dirilis pada Maret 2016 mencatat, minat baca masyarakat Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 61 negara. Dalam survei tiga tahunan Programme for International Student Assessment (PISA) peringkat literasi anak-anak Indonesia (kisaran usia 15 tahun) tidak pernah beranjak dari kelompok 10 terendah. Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia/ Indonesian National Assessment Programme (AKSI/INAP) menunjukkan hasil serupa: kompetensi membaca 46.83% siswa sekolah dasar (SD) tergolong kurang. Serangkaian data tersebut cukup mengecewakan jika dikorelasikan dengan capaian program pemberantasan buta aksara. Tercatat, pada 2014 angka buta aksara di Indonesia tinggal 4,4%. Dapat dipastikan, tidak seorang pun penyandang buta aksara tersebut berstatus sebagai siswa SD yang menjadi sasaran AKSI maupun remaja 15 tahun yang menjadi sasaran PISA. Lalu ada apa di balik ketimpangan antara k

Semalam di Bukit Kori #2 (Habis)

Ini kegiatan yang dirancang secara grusa-grusu tapi berakhir mubra-mubru. Sedari awal tak jelas struktur organisasinya. Juga tak ada job descriptions . Apalagi sampai standard operating procedure -nya, blas!   Sebenarnya sempat beberapa kali muncul pertanyaan, “Aku kebagian bawa apa?” Tapi—seperti lazimnya soal ujian untuk anak sekolah—pertanyaan terbuka macam itu selalu memantik keraguan untuk menjawabnya. Takut salah. Kali lain, tawaran kesanggupan mengemban tugas itu dirumuskan dalam soal pilihan ganda saja. Seperti ini, misalnya: Perlengkapan yang harus saya bawa adalah .... A. anglo B. baskom C. ceret D. dandang E. enthong Juga pernah muncul pertanyaan, “Kumpul di mana? Jam berapa?” Lagi-lagi, pertanyaan ini tidak menarik minat untuk menjawab. Alhasil, masing-masing berangkat menurut naga dina -nya sendiri. Ada yang menjelang jam 10 sudah take off  dari tanah airnya, tapi kesasar touring dulu ke Segawe-Kendil-Pojok. Ada yang bakda salam salat Jumat langsung ngge

Semalam di Bukit Kori #1

Kori adalah sebutan untuk sebuah bukit (atau perbukitan?) di Dusun Randubang, Desa Pare, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Dari jalan raya Wonogiri—Pracimantoro, lokasinya dapat diakses melalui jalan lingkar selatan kota Wonogiri, masuk dari sebelah utara Mapolres Wonogiri. Sebelum sampai Dusun Sumber, Desa Pare, kira-kira satu kilometer dari Mapolres, ada jalan naik di sebelah kiri. Mengikuti jalan beton itulah, kita akan menjumpai kawasan penambangan bahan galian C. Ratusan penambang bekerja di kawasan perbukitan batu itu sejak pagi hingga sore. Puluhan dump truck hilir mudik, datang kosong dan pergi penuh muatan batu hasil perontokan bukit. Para pelaku ekonomi berbagi peran. Ada pemilik lahan yang menyewakan (baca: menjual) bukitnya untuk dikeruk isinya. Ada pemilik modal yang menjalankan usaha pertambangan, yang lazimnya sekaligus pemilik alat-alat berat penghancur, penghimpun, dan pengangkut kandungan bukit. Ada pemilik keterampilan mengoperasikan kendaraan-kendaraan bera

Labu Madu "Sumber Mirah"

Pracimantoro, 24 Desember 2018. Selepas magrib. Gerimis kecil masih belum jemu. Membasahi bumi kelahiran saya. Jeng Mantan mengajak saya makan di luar. Tidak lazim. Kalau lagi berlibur di rumah mertua, biasanya dia suka bereksperimen di dapur. Ya, eksperimen. Karena tidak jarang terjadi error. Kali ini dia ingin mencicipi kuliner khas kampung halaman mantannya. Saya tawarkan warung nasi tiwul. Tidak tertarik. Memang, lidahnya kurang bersahabat dengan nasi gaplek. Alternatif kedua saya tawarkan. Resto Sumber Mirah . Dekat. Di sebelah timur kampung kami. Milik teman sekolah. Seangkatan waktu SMP dulu. Beberapa kali pulang kampung, saya gagal menjajal menunya. Terbentur kesempatan. Awalnya saya ragu. Tidak gampang mengajak Jeng Mantan bertemu teman sekolah saya. Maklum, dia pencemburu. Dan sadar, mantannya ini pensiunan Arjuna (haha ... sila tertawa). Di luar dugaan, dia setuju. Padahal saya sudah bilang, mungkin nanti bertemu juragannya. Yang teman sekolah saya waktu SMP itu. Yang cantik