5 Jun 2025

Memang Layak Dipersoalkan

Kiranya benar kata HAMKA: ke mana pun perginya, orang hanya akan menemukan apa yang dia cari.

Siang tadi (04/06/2025) saya kembali mampir ke warung angkringan yang saya kunjungi tiga hari sebelumnya. Kali ini untuk makan siang.

Alhamdulillah, si tuan angkringan masih ingat wujud saya. “Kok tumben siyang-siyang, Pak?” tanyanya seraya melempar seulas senyum.

“Nggih, Mas. Kalih nengga servis,” jawab saya.

“Servis?” tanyanya, tampak belum menangkap maksud saya.

Saya menjelaskan sambil menunjuk WinAir yang tengah digarap seorang mekanik di bengkel seberang jalan.

Setelah memesan es teh, saya mengambil satu bungkus nasi kucing. Eits, ... bungkus luarnya kertas yang sama dengan yang saya “amankan” tempo hari. Saya hanya memindai tulisannya sekilas. Selebihnya, seluruh jiwa raga saya larut dalam kekhusyukan mendaras sambal merah menyala. Judulnya, sih, nasi bandeng. Namun, cuilan bandeng gorengnya hanya cukup untuk lauk nasi setengah puluk.

Satu bungkus khatam sudah. Perut terasa belum terganjal. Atau, jangan-jangan justru lidah saya yang masih ketagihan sambal yang pedasnya level 13 itu? Alah, tidak penting organ mana yang belum puas! Saya meraih satu bungkus lagi.

Yes, lengkaplah kini naskah soal itu! Ya, kertas pembungkus nasi porsi kedua ini lembar pertama naskah soal yang saya “sita” sebelumnya. Halaman 1 dan 2. Halaman 1-nya berkop. Lengkap dengan nama instansi yang bertanggung jawab.

Seperti pada lembar kedua, pada lembar pertama ini pun soal yang cacat tidak kalah banyak dan seru. Kali ini saya akan mencatat kecacatan soal-soal tersebut urut per nomor. Kalau nomornya tidak saya sebut, berarti soalnya—dalam kacamata saya—tidak cacat.

1. [Gambar] What is happening in the picture? (Apa yang terjadi di dalam gambar?)

Memangnya, apa yang mungkin terjadi di dalam sebuah gambar? Tidak ada, bukan? Gambar itu benda statis. Mustahil ada suatu kejadian di dalamnya. Kalau kata in diganti to (Apa yang terjadi pada/terhadap gambar itu?), banyak hal mungkin terjadi: robek, kotor, basah, buram, kabur, dan lain-lain.

Akan tetapi, tentu bukan itu yang dimaksud oleh pembuat soal (selanjutnya saya sebut beliau). Beliau bermaksud menguji kemampuan menceritakan gambar. Betapa banyak variasi pertanyaan yang dapat dipakai untuk menyatakan maksud tersebut! Untuk pelajar pemula (beginners), misalnya, pokok soal dapat dinyatakan dalam dua kalimat: Look at the picture! What is the boy doing? Untuk pelajar advanced atau intermediate, pokok soal bisa lebih singkat: What does the picture tell us?

2. [63] Identify the number .... (Identifikasi—barangkali maksud beliau ‘tentukan’—bilangan tersebut ....)

Pertama, pokok soal berupa kalimat perintah, tetapi diakhiri dengan elipsis (menandakan kalimat rumpang). Kalau terjadi pada soal IPAS, kesalahan ini dapat dimaklumi. Namun, ini soal bahasa, Bung! Tentu ditulis oleh guru bahasa.

Kedua, sejak kapan kata identify mendapat pengakuan sebagai pengganti sah untuk kata say atau read pada ungkapan semacam itu? Apakah kalimat simpel “63 = ....” dikhawatirkan menurunkan wibawa beliau?

Ketiga, angka puluhan (60) pada bilangan 63 itu mubazir. Semua opsi jawabannya sixty-.... Berarti, bahasa Inggrisnya enam puluh itu tidak ditanyakan. Anak-anak hanya diuji apakah tahu bahasa Inggrisnya tiga. Lah, jika demikian, buat apa disajikan bilangan 63? Bukankah 3 saja cukup?

4. Made and Aisyah are ... nasi uduk in the canteen. (Made dan Aisyah [sedang] ... nasi uduk di kantin.)

Opsi jawabannya making (membuat), cooking (memasak), eating (makan), dan preparing (menyiapkan). Apa yang salah kalau ada orang membuat, memasak, atau menyiapkan nasi uduk di kantin?

5. Seventy-seven plus twenty-two is .... (77 + 22 = ....)

Lagi, angka-angka puluhan (70 dan 20) tidak berfungsi. Semua opsi jawabannya ninety-....

7. What is the number before six hundred and twenty? (Angka berapa sebelum 620?)

Opsi jawabannya six hundred and nineteen (619), six hundred and twenty-nine (629), six hundred and twelve (612), dan six hundred and seventeen (617). Opsi mana yang salah, coba? Hanya satu: 629.

9. Do usually have ... in the morning?.—saya salin apa adanya: rangkap tanda baca [Maaf, tidak dapat diterjemahkan.]

Kalau yang dimaksud adalah “Do you usually have ... in the morning?” (Apakah kamu biasa makan/punya [saya sertakan punya karena salah satu opsi jawabannya bukan nama meal], semua opsi jawaban benar. Dalam rangka menguji penguasaan kosakata, wajar belaka jika orang bertanya, “Apakah kamu biasa makan dinner/lunch pada waktu pagi?” Apalagi opsi C: “Apakah kamu biasa punya snack time pada waktu pagi?

10. Seven times eight equals .... (7 x 8 = ....)

Ini opsi-opsi jawabannya: sixty-five (65), fifty-two (52), fifty-six (56), dan fifty-eight (58).

Saya tidak paham, ini soal bahasa atau matematika. Kalau soal bahasa, semestinya ada tiga kata yang diujikan: seven, times, dan eight.

Seandainya dihadirkan opsi 16, 24, 32, 40, 48, 72, atau 80 lalu ada murid yang memilihnya, akan teridentifikasi bahwa murid tersebut tidak tahu arti kata seven. Ia mengira seven adalah 2, 3, 4, 5, 6, 9, atau 10.

Seandainya dimunculkan opsi 15 lalu ada yang memilihnya, jelas murid yang memilihnya itu menyana times = ditambah.

Seandainya ada opsi 14, 21, 28, 35, 42, 63, atau 70 lalu dipilih oleh sebagian murid, jelaslah bahwa mereka keliru: menyangka eight adalah 2, 3, 4, 5, 6, 9, atau 10.

Karena opsi-opsi yang ditawarkan selain 56 adalah 65, 52, dan 58, dapat disimpulkan bahwa soal ini bukan soal bahasa, melainkan soal matematika. Anak-anak diuji kemampuannya menghitung hasil perkalian 7 dan 8. Kalau ada anak yang menjawab 65, 52, atau 58, lalu apa kesimpulan guru tentang profil penguasaan kosakata anak tersebut?

12. Dina: “Where we can find them plate and spoon?” Sintia: “We can find its in the ....” [Maaf lagi, tidak dapat diterjemahkan.]

Soal ini super parah! Saya coba menawarkan perbaikan sebagai berikut.

Dina: “Where can we find plates and spoons?” (Di mana kita bisa mendapati piring dan sendok?)

Sintia: “We can find them in the ....” (Kita dapat menjumpai mereka [piring dan sendok] di ....)

Opsi-opsinya bathroom (kamar mandi), kitchen (dapur), living room—maaf, saya menulisnya terpisah (ruang keluarga/tamu), dan dining room—idem (ruang makan). Apakah di kunci jawaban tercantum dua opsi jawaban benar? Bukankah piring dan sendok sering mondar-mandir antara dapur dan ruang makan?

15. If our body is dirty, we wash our selves—semestinya ourselvesin the .... (Jika badan kita kotor, kita membasuh diri kita sendiri di ....)

Mengapa tidak If our body is dirty, we wash it in the ... atau If our bodies are dirty, we wash ourselves in the ...?

16. It is now 11.00 pm. Iriana ... sleeping in her bedroom. (Sekarang pukul 11.00 pagi. Iriana—entah kapan—[sedang] tidur di kamar tidurnya.

Pasti, beliau menghendaki jawaban is (opsi A). Artinya, beliau memaksakan hubungan antara kalimat pertama dan kalimat kedua. Kalimat pertama harus diterima sebagai keterangan waktu bagi kalimat kedua. Jadi, kalimat kedua harus memakai present progressive tense. Akibatnya, jawaban were (opsi B) harus disalahkan.

Mengapa mesti memaksakan hubungan dua kalimat yang tidak dihubungkan dengan kata hubung? Rugi apa bila beliau membuat kalimat tunggal yang singkat, sederhana, dan jelas sebagai berikut?

Iriana ... now sleeping in her bedroom atau cukup Iriana ... sleeping now.

Naskah halaman 1 dan 2 itu saya pindai langsung di warung. Namun, gambar yang dihasilkan justru lebih kusut daripada gambar halaman 3 dan 4. Maklum, fungsinya berbeda. Yang saya temukan terakhir itu bekas bungkus nasi kucing. Sudah tertekuk-tekuk, masih distaples pula.

Meski demikian, bagi saya, dua gambar kusut itu tidak begitu mengecewakan. Ada sumber kekecewaan yang lebih besar: kekusutan persoalan soal yang secara vulgar dipamerkan di sana.

Hmmm, ... sampai kapan persoalan soal di persekolahan kita akan tetap layak untuk dipersoalkan?

 

Tabik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer