Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2022

Ketika Sekolah (Tak) Tergoda Atribut Semu

"Kau ini bagaimana? Dipercaya jadi jago kecamatan, kok, enggak serius?" Pejabat pemegang otoritas bidang pendidikan tingkat kecamatan menegur saya. Sekitar tiga bulan sebelumnya, sekolah kami ditunjuk sebagai kontestan dalam lomba sekolah sehat (LSS) tingkat kota. Pada tahun yang sama, satu sekolah lain di kecamatan kami maju ke tingkat nasional pada ajang lomba serupa setelah menyabet gelar juara I tingkat provinsi pada tahun sebelumnya. Saya bertanya kepada kepala sekolah duta provinsi: berapa dana yang sudah dihabiskan untuk memoles wajah sekolahnya dan berapa dana yang sudah diterima sebagai hadiah juara tingkat kota dan provinsi. Jawabannya menciutkan nyali saya untuk berjibaku. Total nilai hadiah yang terkumpul tidak mencapai lima persen dari biaya permak yang sudah keluar. Saya mulai berhitung. Untuk memenuhi kriteria sekolah sehat, sekolah kami masih harus menambah sejumlah sarana dan prasarana. Kebutuhan itu tidak tercantum di dalam anggaran pendapatan

Jepang Guru Dunia

  Pergelaran Piala Dunia 2022 baru memasuki hari ke-6. Pertandingan final baru akan berlangsung pada 18 Desember. Penyisihan grup baru akan berakhir sepekan ke depan. Para pengamat dan penggila bola mulai ramai memprediksi tim negara mana yang akan keluar sebagai juara. Beragam pendekatan mereka gunakan: analisis ilmiah, fanatisme primordial, hingga ramalan mistis. Saya bukan pengamat persepakbolaan. Bukan pula penggila bola. Jangankan menonton langsung di stadion, menonton siaran pertandingan sepak bola sambil ngopi dan ngemil di depan TV pun kalau dirata-rata tidak sampai satu kali setahun. Andaikan ditanya tentang hasil pertandingan babak penyisihan grup Piala Dunia 2022 ini—yang sudah memainkan 16 laga—saya hanya bisa menyebut dua: Jepang menang atas Jerman dan Arab Saudi menang atas Argentina. Dua kemenangan itu pun tanpa saya ingat skornya. Meski buta bola, jika ditanya siapa juara Piala Dunia di Qatar kali ini, saya punya jawaban yang jauh lebih maju daripada para pengamat je

Sepeda (Lagi)

Sepeda lagi. Kendaraan tak bermesin ini belakangan kian populer. Fungsinya tak lagi sekadar alat transportasi. Selain untuk berolahraga, kini banyak orang bersepeda sebagai hobi. Tampaknya ada juga tren bersepeda sebagai medium sosialisasi—bersosialisasi atau menyosialisasikan. Sebagai kendaraan, sepeda mengemban tugas untuk bergerak dari satu titik ke titik lain. Di dalam tugas tersebut terkandung dua fungsi: arah dan laju. Untuk mengendalikan arah dan laju itu, tiga komponen berperan secara langsung: setang, rangkaian pedal-gir-rantai, dan rem. Ketiganya menjadi penentu arah dan laju gerak putar roda. Untuk menunaikan misinya—menggerakkan roda sepeda dari titik keberangkatan ke titik tujuan—pengendara cukup mengoperasikan tiga komponen: setang, pedal, dan rem. Namun, terdapat demikian banyak komponen lain untuk menjamin ketiganya dapat beroperasi secara baik. Harus ada sumbu (as) yang menghubungkan lengan pedal kanan dan lengan pedal kiri. Diperlukan gotri-gotri sebagai bantalan untu