Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2022

Dua Pusaka Abadi

  “There are only two lasting bequests we can give our children: roots and wings.” Setiap yang hidup akan mati. Demikian pula manusia. Setelah mati, manusia—mau tidak mau—melepaskan kepemilikan atas segala perbendaharaan yang semula dikuasainya. Hak kepemilikan dan pemanfaatan harta material dan imaterial yang ditinggalkannya itu berpindah kepada ahli waris. Salah satu pihak yang—karena pertalian darah—otomatis menjadi ahli waris adalah anak. Harta warisan berpeluang menjadi senjata untuk melapangkan masa depan penerimanya. Bagi ahli waris yang belum punya penghasilan atau berpenghasilan kurang dari kebutuhannya, harta warisan dapat menjadi sumber penghasilan. Dalam hal demikian, warisan berfungsi sebagai bekal untuk menyambung hidup. Bagi ahli waris yang berkecukupan, harta warisan bisa dicadangkan untuk keperluan tak terduga. Ahli waris yang memiliki keterampilan bisnis dapat menjadikan harta warisan sebagai modal usaha sehingga mendatangkan keuntungan lebih. Apa pun fungsinya,

Merawat Human Capital

Sumber gambar:  https://www.jojonomic.com/blog/human-resource-development-2/ “The formula is simple: Happy employees equal happy customers. Similarly, an unhappy employee can ruin the brand experience for not just one, but numerous customers.” ( Sharon Swift, Founder of SETTLEto) Howard Schultz, CEO Starbucks, tampaknya menerapkan rumus serupa di perusahaan yang dipimpinnya. "Kami membangun brand Starbucks pertama-tama dengan para pegawai kami, bukan dengan pelanggan. Karena kami yakin bahwa cara terbaik untuk memenuhi dan melampaui ekspektasi pelanggan adalah dengan mempekerjakan dan melatih para pegawai yang hebat, kami berinvestasi di pemberdayaan pegawai," tegas Schultz. Kepuasan pelanggan tentu menjadi idaman setiap pelaku usaha, apa pun bisnisnya. Namun, siapa sejatinya yang menciptakan kepuasan pelanggan itu? Para pegawai. Pekerja. Karyawan. Performa merekalah yang menentukan apakah pelanggan puas atas produk bisnis kita atau tidak. Richard Branson, CEO Virgin Air be

Semai Peradaban di Negeri Awan

Ustaz Wasino (kiri) bersama Ki Gw  Menyambangi Ali dan Umi di Pucang, Bawang, Banjarnegara sebenarnya tidak diagendakan. Ketika Ali menawarkan mampir, Suko tampak ragu. Ia minta pendapat saya. Dapat dimaklumi, mengingat masih ada agenda sambang Wasino di Tretep, Temanggung. Saya serahkan hak memutuskan itu kepada Suko. “Manut,” jawab saya. “Saya kan senior, tidak kualat kalau menolak.” Terlalu dalam Suko menafsirkan jawaban saya. Kalau senior tidak kualat, sebagai junior Suko takut kualat. Ia mengiakan ajakan seniornya, Ali. Berhasil. Motif tersembunyi saya menemukan prangko. Kesanggupan Suko untuk mampir ke Pucang itu prangko untuk menyampaikan rindu saya pada sensasi keroyokan mi rebus. Sebenarnya Suko punya alasan untuk menolak. Dulu ia pernah mampir ke rumah Ali. Pukul 2 siang kami berpamitan. Ali, Umi, dan Kayla (?) mengantar sampai jalan raya. Begitu mobil berjalan, serangan kantuk mulai saya rasakan. Dua faktor patut dicurigai sebagai penyebab: memang sangat kurang tidur a

Rindu Tak Sampai, Dendam Tak Tunai

  Ina (paling kanan) dan suaminya, Tabah (tengah), urung menginap di Wanayasa Menit ke-17 dari pukul 24.00 alias 00.00. Regu Semarang meninggalkan Kajen menuju Wanayasa. Ternyata, jarak dua kecamatan berbeda kabupaten itu tidak begitu jauh. Menurut petunjuk Mohadi (duh, jadi kangen Pak Harmoko), dari Kajen lurus ke selatan melewati Paninggaran dan Kalibening, lalu sampailah di Wanayasa. Jalannya menanjak terus, tapi landai, katanya. (Entah mengapa Mohadi tidak mengabarkan, tanjakan-tanjakan itu berselang-seling dengan turunan curam juga?) Lepas kota Kajen, kami langsung menyusuri jalan mendaki membelah hutan. Awalnya memang landai. Namun, lama-kelamaan di beberapa ruas kemiringannya cukup efektif untuk meredam laju mobil. Ditambah sejumlah tikungan tajam di beberapa titik. Khas kontur jalan di perbukitan, tanjakan terjal segera dibalas dengan turunan curam. (Suko dan Diana tak perlu menyisipkan cerita di sini.) Biasanya saya cepat-cepat merapal mantra sakti ketika sudah duduk di jo

Sakaratul-Maaf

  Belakang (ki-ka): Aziz, Suko, Mohadi, Topo & putrinya, Gw. Depan (ki-ka): Anis, Nur Ch., Uswatun, Sofi, Shaila, Diana. Mencuci pakaian sudah selesai. Tidak biasa, sebenarnya, saya mencuci sore-sore begitu. Malam selepas isya menjadi waktu favorit bagi saya untuk keceh. Alasannya sederhana tapi prinsipiel: itulah waktu yang paling senggang. Sabtu (3/9) sore itu saya menunggu jam keberangkatan. Suko Bantul, yang menawarkan diri untuk menjadi relawan tour leader saya, menjadwalkan berangkat pukul 5-an sore. Sebelum asar saya sudah tiba di rumah. Untuk membunuh waktu sekitar 2 jam itulah, saya menyalurkan hobi: bermain air sabun untuk membasahi pakaian kotor. Saya lebih suka menyebutnya bermain, bukan pekerjaan, karena hobi yang satu ini menggelikan hati: pakaian kering dibasahi, lalu mati-matian dikeringkan lagi. Kurang kerjaan! Makanya , bermain. Menjelang pukul 5 saya sudah tiba di markas Banyumanik, tempat kerja yang saya tetapkan sebagai lokasi penjemputan. Sambil menunggu

Menimbang Ulang Strategi Pemasaran Sekolah

  Sumber gambar: https://www.stevensonadvertising.com/creative-marketing-strategies-that-will-amplify-your-brand/  “Marketing: Creating Customer Value and Engagement.” Demikian judul bagian pertama buku Principles of Marketing, yang ditulis oleh Philip Kotler dan Gary Amstrong (Pearson, 2017). “Simply put, marketing is engaging customers and managing profitable customer relationships. The aim of marketing is to create value for customers in order to capture value from customers in return,” tulis dua profesor pemasaran itu, menjelaskan maksud judul tersebut. Value dan engagement menjadi dua kata kunci. Minyak penumbuh rambut, di mana-mana dan apa pun mereknya, punya khasiat yang sama: menumbuhkan rambut. Semua orang tahu itu. Adalah cara memasarkannya yang membedakan apakah sebuah merek minyak rambut dikenal luas dan laku keras atau mengendon di rak-rak toko obat tanpa pernah dilirik peminat. Sekolah punya cerita yang relatif sama. Semua orang paham bahwa sekolah adalah tempat p