Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2022

TIPs Menghadapi Tugas Baru

  Junior. Belum genap satu semester saya bergabung di sekolah Y. Sebagai guru tidak tetap (GTT), tiap bulan saya menerima honor yang dihitung berdasarkan beban kerja. Variabelnya, jumlah jam mengajar per minggu. Tidak banyak tetapi—setelah digabungkan dengan honor mengajar di sekolah X—cukup untuk menghidupi diri sendiri: sewa kamar kos, makan, transportasi, prangko (belum musim pulsa atau paket data), dan lain-lain. Menginjak semester ke-2, pendapatan saya dari sekolah Y bertambah. Selain honor mengajar, ada tunjangan jabatan. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum (Wakasek Kurikulum) lolos seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Dia harus menanggalkan statusnya di sekolah itu, beserta segala tugas dan jabatannya. Jabatan wakasek kurikulum itulah yang kemudian saya warisi. Begitu menerima kabar lolos seleksi CPNS, Pak Ut—nama lengkapnya: Utomo—berpamitan kepada Kepala Sekolah. Keduanya lalu berunding untuk menentukan pengganti Pak Ut. Keesokannya saya dipanggil oleh Kepala Sekolah.

Amung Ati Pawitane

"OK. Sabar, ya, Yu ." Terlalu irit. Berkesan pelit, bahkan. Empat kata yang semuanya hemat aksara itu ditulis untuk menjawab permohonan izin. Seorang pegawai terpaksa datang terlambat ke tempat kerja. Ada kewajiban domestik yang mesti ditunaikan terlebih dulu. Bukan kali pertama dia menghadapi kendala serupa: niatnya untuk berdisiplin terhalang oleh urusan keluarga. Mungkin sebenarnya dia sudah bosan mengulang-ulang permintaan izin datang terlambat. Tidak hanya malu kepada pimpinan dan teman sejawat, dapat dipastikan dia juga menanggung perasaan bersalah kepada institusi. Datang terlambat dan pulang lebih awal menjadi catatan buruk di hari-hari kerjanya. Sudah berbilang bulan dia berjuang untuk melewati ujian berat yang datang menghampirinya tanpa cecala itu.  Bisa jadi, tangannya menggigil kencang ketika mengetik SMS—layanan pesan singkat lewat ponsel, yang populer kala itu—untuk dikirimkan kepada pimpinannya pagi itu. Maklum, pimpinannya baru. Wajar kalau dia masih menerka

Susah, Susah, ... Gampang, Gampang

  1,7 vs. 8,5 versus pink vs. white Ajaib!  Gambar di atas menunjukkan dua sepeda yang saya potret di sebuah toko sepeda tidak jauh dari tempat kerja saya, Senin (8/8). Yang kiri, jambon, dibanderol harga 1,7 juta rupiah. Yang kanan, putih, ditawarkan 8,5 juta. Foto itu saya kirimkan kepada istri saya, lalu dikirimkan lanjut ke anak kami. Mahasiswi semester 5 itu diminta memilih. " Piiinkkk, " jawabnya melalui pesan WhatsApp . Itu jawaban spontan, pilihan serta merta, semata-mata berdasarkan preferensi warna. Meskipun spontan, dijamin pilihan itu tidak akan berubah hingga seandainya dia tahu fakta numerik di baliknya sekalipun. Kini ibunya boleh lega selega-leganya. Dua hari belakangan anak gadis kami itu membuatnya pusing. Dia minta sepeda lipat. Dia ingin menggunakannya sebagai alat transportasi kuliah. Dari kos ke kampus berjarak kira-kira 3—4 kilometer. Dua hari sebelumnya ibunya dipaksa ikut—secara harfiah, sebenarnya dia yang ikut ibunya—survei sepeda. Katanya, dia per

Duo 𝑩𝒂𝒏𝒅𝒆𝒍 yang Tidak (Boleh) Bandel

  Karya Perdana Bandel  dalam bahasa Indonesia (menurut KBBI) punya dua arti: ban.del  /bandΓͺl/ ⇢ Tesaurus a   melawan kata atau nasihat orang; tidak mau menurut atau mendengar kata orang; kepala batu:   dasar anak-anak itu --, tidak suka diperintah ;  kalau murid-murid itu tetap --, gurunya terpaksa bertindak tegas a   tidak mudah rusak; awet:   mobil tersebut terkenal memiliki mesin yang --   ki Sedangkan dalam bahasa Jawa (menurut Baoesastra Djawa), kata bandel  juga memiliki dua arti: bandΓͺl kn. 1 ora cingΓ¨ng, ora gΓͺmbΓ¨ng; 2 Γͺngg. manuk dianggo jontrot. Sumber: Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters Diakses dari laman https://budiarto.id/bausastra/q/bandΓͺl Kata bandel  (Baoesastra, arti 1) punya kedekatan makna dengan bandel  (KBBI, arti 2). Dalam percakapan sehari-hari, kita pun sering memakai kata bandel  untuk arti "tidak cengeng". Kalimat berikut ini contohnya. Dia wanita bandel . Kematian suaminya tidak melemahkan semangat hidupnya. Untu

Sekali Kawan, Selamanya Dulur?

Berkemah di kawasan Baturraden, Banyumas, bersama Doktor Alief (kerah biru) Judul tulisan ini pernah menjadi penutup sebuah tulisan di blog ini  dalam versi bahasa Jawa:  Sepisan Kekancan, Selawase Dumulur . Slogan tersebut, baik versi bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia, menghasilkan singkatan yang sama: SKSD. Itu bukan kebetulan, melainkan hasil modifikasi—setengah dipaksakan—agar tidak mengubah singkatannya. Jika diindonesiakan secara apa adanya, sepisan kekancan, selawase dumulur  akan menjadi "sekali berkawan, selamanya menyaudara". Demi tetap SKSD, imbuhan ber-  dan meng-  harus rela dilesapkan. Toh, maknanya tidak bergeser. Seberapa pentingkah singkatan SKSD itu hingga harus dijaga sedemikian rupa? Itulah ajaibnya.  Mulanya SKSD lahir dari kelakar belaka. Beberapa gelintir—benar-benar hanya sedikit—pekerja di sebuah lembaga swasta suka jalan-jalan bareng.  Acaranya hampir selalu dadakan. Kadang mereka berangkat setelah jam kerja berakhir, adakalanya pada hari libur. Pe

Teja Terbuka Menjelang Bukateja

  Tukang tambal mulai melepas ban WinAir100 Selepas zuhur, matahari sedang terik-teriknya. Tiga sepeda motor beriringan melintasi jalan dari Ciberem, Sumbang, Banyumas menuju Semarang pada Ahad, 31 Juli 2022. Sebagian ruas jalan berlapis aspal dan sebagian yang lain berlapis beton. Keluar dari kota Purbalingga, WinAir100  yang berjalan paling depan sempat tersesat. Ketika iring-iringan tiga sepeda motor sampai di simpang tiga Bojong, lampu lalu lintas menyala hijau. Tanpa ragu,  WinAir100  mengambil arah lurus ke selatan. Motor kedua ikut. Beruntung, pengendara motor ketiga cukup hafal jalur di sana. Sambil berbelok ke kiri, ia memberi teman-temannya isyarat dengan klaksonnya. Dua motor yang telanjur menyeberang segera menepi lalu berbalik arah. Lampu lalu lintas menyala merah, memaksa keduanya berhenti sebelum berbelok ke kanan. Tak berselang lama, lampu menyala hijau. Kedua motor berjalan menyusul teman mereka yang menunggu beberapa meter di timur pertigaan. Di atas beton keras yang