20 Jun 2025

Panggung Autentisitas

Opening speech dalam empat bahasa. Urut dari kanan: Elora (Indonesia), Fatih (Inggris), Qaleed (Jawa), dan Nadia (Arab).

Empat anak—dua putri dan dua putra—naik ke panggung. Yang putri mengenakan blus panjang putih, berdiri di pinggir kiri dan kanan. Yang putra, diapit kedua teman mereka yang putri, berbusana serbahitam: celana, kemeja, dan peci. Tidak seragam, hanya sewarna.

Empat anak itu muncul pertama di panggung untuk menyampaikan sambutan pembuka, semacam atur pambagya. Masing-masing memegang mikrofon nirkabel.

16 Jun 2025

Alpukat atau Semen?

Patung sepasang dewa-dewi di tengah-tengah kolam ikan
(Sumber foto: Anggara Wikan Prasetya/travel.kompas.com)
 

“Pyenengan daleme Sumur, Bu (rumah Anda di Dusun Sumur, Bu)?” tanya saya kepada wanita yang sedang memetik daun kemangi di sebelah gazebo tempat kami rehat.

Yang saya tanya mengiakan. Kemudian saya menanyakan tahun kelahirannya. Enam tahun lebih muda daripada saya. Saya kecewa. Dengan selisih 6 tahun, dijamin kami tidak pernah bertemu sebelumnya. Lebih mengecewakan lagi, ternyata dia bukan pribumi. Daerah asalnya Sragen. Suaminya, yang asli Sumur.

14 Jun 2025

Berlimpah Bonus

Matahari berpamitan kepada para pengunjung Pantai Srau 3 

Nostalgia di Srau. Itu tawaran yang pertama saya lontarkan kepada teman-teman SKSDian. Dari sekian pantai di Gunungkidul dan Pacitan yang pernah kami sambangi, Srau menyimpan kenangan unik. Sembilan tahun yang lalu kami—berempat: Pakde Martaya, Pak Warto, Bro Imam, dan saya—berkemah semalam di sana.

Empat SKSDian tiba di Pantai Srau pada Senin, 12 September 2016, sore. Langsung mendirikan tenda yang kami bawa dari Semarang. Sempat kewalahan. Pemasangan pipa-pipa penyangganya saling tertukar. Maklum, kali pertama memakai tenda dome. Setelah tenda berdiri, masih ada waktu menunggu matahari terbenam. Kami mendaki bukit karang di sisi barat.

13 Jun 2025

Termuda Tertua

Empat veteran keceh di Pantai Srau, Pacitan (ki-ka: Pak Bari, saya, Pak Warto, Pak Wilys).  

Mungkin hanya Habib yang cadangan nyalinya masih cukup tebal. Ia masih terus mengacungkan ponselnya. Mengarahkan kamera ke depan, kanan, kiri, atau belakang. Entah mengambil foto atau video. Seperti tak menghiraukan bergulung-gulung ombak yang silih berganti menghampiri moncong perahu. Jumbuh dengan pilihannya: duduk di haluan.

Ketika menyusuri Kali Cokel, cucu (anak keponakan) saya itu duduk di baris ke-2. Air sungai sedang surut. Muara Kali Cokel terlalu dangkal. Kami harus turun, lalu berjalan kaki ke pantai untuk pindah ke perahu lain. Oper. Perahu kedua sudah menunggu. Juru mudinya anak muda. Usianya sekitar 30 tahun. Atau mungkin kurang. Siap membawa kami melaut. 

5 Jun 2025

Memang Layak Dipersoalkan

Kiranya benar kata HAMKA: ke mana pun perginya, orang hanya akan menemukan apa yang dia cari.

Siang tadi (04/06/2025) saya kembali mampir ke warung angkringan yang saya kunjungi tiga hari sebelumnya. Kali ini untuk makan siang.

2 Jun 2025

Sambil Ngopi

Seperti sering saya katakan, ilmu penilaian itu ilmu wajib yang sering diabaikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Seorang guru—kalau setia pada profesinya sejak lulus sarjana hingga memasuki usia pensiun—akan mengemban amanah untuk menilai hasil belajar murid-muridnya selama sekitar 30 tahun. Akan tetapi, pembekalannya hanya 2 atau 3 SKS. Itu pun cenderung bekal teoretis tanpa verifikasi keterampilan praktis.

Populer