16 Nov 2012

Koreksi

Ya, kata ini tak pernah asing di kalangan guru. Usai tes, ulangan, ujian, atau apa pun namanya, koreksi menjadi fardu. Pegang kunci jawaban plus kertas atau mika mal, pulpen atau spidol bertinta merah, lalu ... sret, sret, sret ... kluwer, kluwer ... dan jadilah angka penanda prestasi yang dicapai siswa.

Cukup begitukah untuk bisa dibilang koreksi? Kalau tidak salah lacak, kata koreksi berasal dari bahasanya David Beckam correction. Kata correction sendiri terbentuk dari adjektiva dan verba correct. Sebagai verba, to correct berarti make right or correct. Dengan begitu, koreksi mestinya dipahami sebagai the act of offering an improvement to replace a mistake; setting right. Ya, koreksi—sekali lagi, mestinya—dipahami dan dipraktikkan sebagai tindakan menawarkan perbaikan untuk menggantikan kesalahan, alias menyetel agar benar.

Aneh, usai menerima lembar jawabannya yang sudah "dikoreksi", sebagian murid saya bertanya, "KKM (kriteria ketuntasan minimal)-nya berapa, Pak?" Saya mengernyitkan alis. Kenapa tidak ada yang bertanya, "Nomor sekian salah saya apa, Pak?" Duh, rasanya sia-sia mentheleng semalaman untuk tajassus huruf demi huruf lalu menandai setiap kesalahan. Kalau yang ditanyakan cuma KKM, saya bisa bekerja lebih ringan: sret, sret, sret ... kluwer, kluwer ... selesai ... bisa tidur gasik.

Tapi, dasar nekat, saya tetap saja memaksa anak-anak mengupas kesalahan mereka. Alhasil, mereka mencampur 1.000 (tanpa titik, salah!) ekspresi penyesalan demi menyadari kekonyolan mereka sendiri. Berikut adalah beberapa contoh.

1) menanggapi rubrik khusus

Selama hampir setahun tinggal di perumahan Tlogosari, saya merasa puas dan nyaman atas kinerja PLN. Selama kurun waktu tersebut, kami jarang mengalami pemadaman listrik. Namun, belakangan, selama tiga hari berturut-turut listrik padam. Yang pertama terjadi pada 13 Mei 2012 sekitar pukul 19.00, kedua pada 14 Mei pukul 15.30, dan ketiga pada 15 Mei pukul 13.00. 

Saya tidak berharap banyak kepada PLN, tetapi saya menyesali jerih payah Bapak Dahlan Iskan ketika menjadi Dirut PLN yang ternyata tidak menghasilkan apa-apa. (Disadur dari Suara Merdeka, 31 Mei 2012)

Saran yang tepat untuk menanggapi isi rubrik di atas adalah ....

a. Memang betul, PLN sering melakukan pemadaman listrik tanpa pemberitahuan sebelumnya.

b. Setuju! Jerih payah Bapak Dahlan Iskan tidak menghasilkan apa-apa jika tidak dilanjutkan.

c. Orang yang menulis keluhan lewat rubrik tersebut memang pantas untuk merasa kecewa.

d. PLN mesti menghindari pemadaman listrik secara tiba-tiba agar tidak merugikan konsumen.

Ketika membahas soal ini, saya hanya bertanya, "Di antara pilihan a, b, c, dan d, mana yang berisi saran?" Semua siswa serempak (gak pakai koma, jadi, gak perlu merinding) menjawab, "Deee ...." Lho, tapi kenapa di lembar jawaban mereka yang menyilang opsi d tidak mencapai jumlah separuh? 

2) menemukan informasi khusus

Belalang batang berbaur dengan lingkungan untuk mengelabui predatornya. Bentuk dan warna tubuhnya yang seperti ranting membuat mereka hampir tidak terlihat di antara dedaunan yang menjadi makanannya. Panjang badannya antara 2—13 inci atau sekitar 5—33 cm. Dengan ukuran badan seperti itu, belalang batang dikenal sebagai serangga paling panjang di dunia.

Maksimal, belalang batang dapat mencapai panjang badan ... sentimeter.

Kepada anak-anak, saya tanyakan satu per satu berat badan mereka. Akhirnya, diketahui berat badan maksimal adalah 56 kg. Saya tanyakan, "Berapa berat badan maksimal siswa di kelas kita?" Lagi-lagi, mereka serempak menjawab, "Lima puluh enam kilo ...." Lebih dari 50% siswa geleng-geleng kepala, mengenang jawaban mereka dalam tes: 2—13 inci atau 5—33 cm.

3) melengkapi percakapan

Saleh: “(25)..., Bu, sudikah Ibu mengizinkan saya meninggalkan kelas untuk membeli pensil?”

Guru: “(26)... kau tidak meminjam pensil temanmu saja? Atau, kalau mau, sementara kau bisa memakai pensil Ibu ini.”

Saleh: “Wah, (27)..., Bu. Alhamdulillah, berkat kemurahan hati Ibu, saya tidak perlu kehilangan waktu untuk membeli pensil.”

Apa koreksi kita bila ada siswa yang mengisi nomor (25) dengan kata selain "Maaf" dan nomor (27) selain "Terima kasih"?

Ya, semua berpangkal pada karakter. Pada contoh kasus 1) dan 2), anak-anak sendiri sudah cerdas menyimpulkan: kesalahan konyol mereka disebabkan sikap ceroboh, tergesa-gesa, tidak cermat, tidak waspada, tidak tahan bekerja berlama-lama, ingin cepat selesai lalu gojek, dst., dst. Seabrek nilai excellent character itu mereka abaikan. Dan ... entah sudah berapa lama sikap abai itu mereka pelihara. Jangan-jangan, sudah mendarah daging, eh, mbalung sungsum sejak mereka kenal soal tes, eh, ulangan?

Waduh!!!

Untuk kasus nomor 3), mereka memang tidak tahu bahwa kesantunan ketika menimbulkan gangguan itu adalah minta maaf dan kesantunan ketika menerima kebaikan itu adalah berterima kasih. Tapi, sungguh, dalih mereka membuat jantungku berhenti berdetak sesaat. "Lho, Pak, kemarin Pak Guru meninggalkan sekolah malah nggak minta izin kepada Pak Kepala Sekolah. Jangankan minta maaf dan berterima kasih, minta izin saja enggak?

Duh, kulup, maafkan gurumu, yang kurang pintar menjadi teladanmu ....

4) menyelesaikan operasi hitung campuran bilangan bulat

Soal: 25 - 30 + 80 = ...

Pekerjaan seorang siswa: 25 + 50 = 75

Oleh korektor, jawaban itu dicoret dan diberi skor 1 (kalau dianggap betul, skornya 3). Si empunya pekerjaan mengadu. Oleh penerima aduan, sang murid ditanya, "Bisa kaujelaskan cara kerjamu?" 

Ini penjelasan yang dibuatnya: 25 - 30 + 80 = 25 + (-30) + 80

Pada penjumlahan berlaku sifat komutatif. Dikerjakan dengan cara:

a. (25 + (-30)) + 80 = -5 + 80 = 75 atau

b. 25 + ((-30) + 80) = 25 + 50 = 75 atau

c. (80 + (-30)) + 25 = 50 + 25 = 75 atau

d. (80 + 25) + (-30) = 105 + (-30) = 75 atau jalan lain, sama saja.

Blaik! Setidaknya ada 2 kehebatan pada anak ini. Pertama, ia penganut mazhab matematika realistik. Kedua, ia mengerti manfaat belajar sifat-sifat operasi hitung. Kenapa bocah sekencur ini bisa mengalahkan gurunya yang sudah "lulus" dari pendadaran kawah PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) di P4TK Matematika Yogya selama 2 minggu, ya?

Yang menganggap pekerjaan anak ini salah itu korektor atau ngorek-orek biar kotor, ya?

 

Ragunan, 16 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer