Ya, kata ini tak pernah asing di kalangan guru. Usai tes,
ulangan, ujian, atau apa pun namanya, koreksi menjadi fardu. Pegang kunci
jawaban plus kertas atau mika mal, pulpen atau spidol bertinta merah, lalu ...
sret, sret, sret ... kluwer, kluwer ... dan jadilah angka
penanda prestasi yang dicapai siswa.
Cukup begitukah untuk bisa dibilang koreksi? Kalau tidak salah lacak, kata koreksi berasal dari bahasanya David Beckam correction. Kata correction sendiri terbentuk dari adjektiva dan verba correct. Sebagai verba, to correct berarti make right or correct. Dengan begitu, koreksi mestinya dipahami sebagai the act of offering an improvement to replace a mistake; setting right. Ya, koreksi—sekali lagi, mestinya—dipahami dan dipraktikkan sebagai tindakan menawarkan perbaikan untuk menggantikan kesalahan, alias menyetel agar benar.
Aneh, usai menerima lembar jawabannya yang sudah
"dikoreksi", sebagian murid saya bertanya, "KKM (kriteria
ketuntasan minimal)-nya berapa, Pak?" Saya mengernyitkan alis. Kenapa
tidak ada yang bertanya, "Nomor sekian salah saya apa, Pak?" Duh,
rasanya sia-sia mentheleng semalaman untuk tajassus huruf
demi huruf lalu menandai setiap kesalahan. Kalau yang ditanyakan cuma KKM, saya
bisa bekerja lebih ringan: sret, sret, sret ... kluwer, kluwer ...
selesai ... bisa tidur gasik.
Tapi, dasar nekat, saya tetap saja memaksa anak-anak
mengupas kesalahan mereka. Alhasil, mereka mencampur 1.000 (tanpa titik,
salah!) ekspresi penyesalan demi menyadari kekonyolan mereka sendiri. Berikut
adalah beberapa contoh.
1) menanggapi rubrik khusus
Selama hampir setahun tinggal di perumahan Tlogosari, saya
merasa puas dan nyaman atas kinerja PLN. Selama kurun waktu tersebut, kami
jarang mengalami pemadaman listrik. Namun, belakangan, selama tiga hari
berturut-turut listrik padam. Yang pertama terjadi pada 13 Mei 2012 sekitar
pukul 19.00, kedua pada 14 Mei pukul 15.30, dan ketiga pada 15 Mei pukul
13.00.
Saya tidak berharap banyak kepada PLN, tetapi saya
menyesali jerih payah Bapak Dahlan Iskan ketika menjadi Dirut PLN yang
ternyata tidak menghasilkan apa-apa. (Disadur dari Suara Merdeka, 31 Mei 2012)
Saran yang tepat untuk menanggapi isi rubrik di atas adalah
....
a. Memang betul, PLN sering melakukan pemadaman listrik
tanpa pemberitahuan sebelumnya.
b. Setuju! Jerih payah Bapak Dahlan Iskan tidak menghasilkan
apa-apa jika tidak dilanjutkan.
c. Orang yang menulis keluhan lewat rubrik tersebut memang
pantas untuk merasa kecewa.
d. PLN mesti menghindari pemadaman listrik secara tiba-tiba
agar tidak merugikan konsumen.
Ketika membahas soal ini, saya hanya bertanya, "Di antara pilihan a, b, c, dan d, mana yang berisi saran?" Semua siswa serempak (gak pakai koma, jadi, gak perlu merinding) menjawab, "Deee ...." Lho, tapi kenapa di lembar jawaban mereka yang menyilang opsi d tidak mencapai jumlah separuh?
2) menemukan informasi khusus
Belalang batang berbaur dengan lingkungan untuk mengelabui
predatornya. Bentuk dan warna tubuhnya yang seperti ranting membuat mereka
hampir tidak terlihat di antara dedaunan yang menjadi makanannya. Panjang
badannya antara 2—13 inci atau sekitar 5—33 cm. Dengan ukuran badan
seperti itu, belalang batang dikenal sebagai serangga paling panjang di dunia.
Maksimal, belalang batang dapat mencapai panjang badan ...
sentimeter.
Kepada anak-anak, saya tanyakan satu per satu berat badan mereka. Akhirnya, diketahui berat badan maksimal adalah 56 kg. Saya tanyakan, "Berapa berat badan maksimal siswa di kelas kita?" Lagi-lagi, mereka serempak menjawab, "Lima puluh enam kilo ...." Lebih dari 50% siswa geleng-geleng kepala, mengenang jawaban mereka dalam tes: 2—13 inci atau 5—33 cm.
3) melengkapi percakapan
Saleh: “(25)..., Bu, sudikah Ibu mengizinkan saya
meninggalkan kelas untuk membeli pensil?”
Guru: “(26)... kau tidak meminjam pensil temanmu saja?
Atau, kalau mau, sementara kau bisa memakai pensil Ibu ini.”
Saleh: “Wah, (27)..., Bu. Alhamdulillah, berkat kemurahan hati Ibu, saya tidak perlu kehilangan waktu untuk membeli pensil.”
Apa koreksi kita bila ada siswa yang mengisi nomor (25)
dengan kata selain "Maaf" dan nomor (27) selain "Terima
kasih"?
Ya, semua berpangkal pada karakter. Pada contoh kasus 1) dan
2), anak-anak sendiri sudah cerdas menyimpulkan: kesalahan konyol mereka
disebabkan sikap ceroboh, tergesa-gesa, tidak cermat, tidak waspada, tidak
tahan bekerja berlama-lama, ingin cepat selesai lalu gojek, dst., dst. Seabrek
nilai excellent character itu mereka abaikan. Dan ... entah
sudah berapa lama sikap abai itu mereka pelihara. Jangan-jangan, sudah mendarah
daging, eh, mbalung sungsum sejak mereka kenal soal tes, eh,
ulangan?
Waduh!!!
Untuk kasus nomor 3), mereka memang tidak tahu bahwa
kesantunan ketika menimbulkan gangguan itu adalah minta maaf dan kesantunan
ketika menerima kebaikan itu adalah berterima kasih. Tapi, sungguh, dalih
mereka membuat jantungku berhenti berdetak sesaat. "Lho, Pak, kemarin Pak
Guru meninggalkan sekolah malah nggak minta izin kepada Pak
Kepala Sekolah. Jangankan minta maaf dan berterima kasih, minta izin saja enggak?
Duh, kulup, maafkan gurumu, yang kurang pintar menjadi
teladanmu ....
4) menyelesaikan operasi hitung campuran bilangan bulat
Soal: 25 - 30 + 80 = ...
Pekerjaan seorang siswa: 25 + 50 = 75
Oleh korektor, jawaban itu dicoret dan diberi skor 1 (kalau
dianggap betul, skornya 3). Si empunya pekerjaan mengadu. Oleh penerima aduan,
sang murid ditanya, "Bisa kaujelaskan cara kerjamu?"
Ini penjelasan yang dibuatnya: 25 - 30 + 80 = 25 +
(-30) + 80
Pada penjumlahan berlaku sifat komutatif. Dikerjakan dengan
cara:
a. (25 + (-30)) + 80 = -5 + 80 = 75 atau
b. 25 + ((-30) + 80) = 25 + 50 = 75 atau
c. (80 + (-30)) + 25 = 50 + 25 = 75 atau
d. (80 + 25) + (-30) = 105 + (-30) = 75 atau jalan lain,
sama saja.
Blaik! Setidaknya ada 2 kehebatan pada anak ini. Pertama, ia
penganut mazhab matematika realistik. Kedua, ia mengerti manfaat belajar
sifat-sifat operasi hitung. Kenapa bocah sekencur ini bisa mengalahkan
gurunya yang sudah "lulus" dari pendadaran kawah PMRI (Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia) di P4TK Matematika Yogya selama 2 minggu, ya?
Yang menganggap pekerjaan anak ini salah itu korektor
atau ngorek-orek biar kotor, ya?
Ragunan, 16 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar