"OK. Sabar, ya, Yu ." Terlalu irit. Berkesan pelit, bahkan. Empat kata yang semuanya hemat aksara itu ditulis untuk menjawab permohonan izin. Seorang pegawai terpaksa datang terlambat ke tempat kerja. Ada kewajiban domestik yang mesti ditunaikan terlebih dulu. Bukan kali pertama dia menghadapi kendala serupa: niatnya untuk berdisiplin terhalang oleh urusan keluarga. Mungkin sebenarnya dia sudah bosan mengulang-ulang permintaan izin datang terlambat. Tidak hanya malu kepada pimpinan dan teman sejawat, dapat dipastikan dia juga menanggung perasaan bersalah kepada institusi. Datang terlambat dan pulang lebih awal menjadi catatan buruk di hari-hari kerjanya. Sudah berbilang bulan dia berjuang untuk melewati ujian berat yang datang menghampirinya tanpa cecala itu. Bisa jadi, tangannya menggigil kencang ketika mengetik SMS—layanan pesan singkat lewat ponsel, yang populer kala itu—untuk dikirimkan kepada pimpinannya pagi itu. Maklum, pimpinannya baru. Wajar kalau dia masih menerka
catatan ringan hasil pengindraan jagat pendidikan