Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Humaniora

Duo 𝑩𝒂𝒏𝒅𝒆𝒍 yang Tidak (Boleh) Bandel

  Karya Perdana Bandel  dalam bahasa Indonesia (menurut KBBI) punya dua arti: ban.del  /bandêl/ ⇢ Tesaurus a   melawan kata atau nasihat orang; tidak mau menurut atau mendengar kata orang; kepala batu:   dasar anak-anak itu --, tidak suka diperintah ;  kalau murid-murid itu tetap --, gurunya terpaksa bertindak tegas a   tidak mudah rusak; awet:   mobil tersebut terkenal memiliki mesin yang --   ki Sedangkan dalam bahasa Jawa (menurut Baoesastra Djawa), kata bandel  juga memiliki dua arti: bandêl kn. 1 ora cingèng, ora gêmbèng; 2 êngg. manuk dianggo jontrot. Sumber: Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters Diakses dari laman https://budiarto.id/bausastra/q/bandêl Kata bandel  (Baoesastra, arti 1) punya kedekatan makna dengan bandel  (KBBI, arti 2). Dalam percakapan sehari-hari, kita pun sering memakai kata bandel  untuk arti "tidak cengeng". Kalimat berikut ini contohnya. Dia wanita bandel . Kematian suaminya tidak melemahkan semangat hidupnya. Untu

Sekali Kawan, Selamanya Dulur?

Berkemah di kawasan Baturraden, Banyumas, bersama Doktor Alief (kerah biru) Judul tulisan ini pernah menjadi penutup sebuah tulisan di blog ini  dalam versi bahasa Jawa:  Sepisan Kekancan, Selawase Dumulur . Slogan tersebut, baik versi bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia, menghasilkan singkatan yang sama: SKSD. Itu bukan kebetulan, melainkan hasil modifikasi—setengah dipaksakan—agar tidak mengubah singkatannya. Jika diindonesiakan secara apa adanya, sepisan kekancan, selawase dumulur  akan menjadi "sekali berkawan, selamanya menyaudara". Demi tetap SKSD, imbuhan ber-  dan meng-  harus rela dilesapkan. Toh, maknanya tidak bergeser. Seberapa pentingkah singkatan SKSD itu hingga harus dijaga sedemikian rupa? Itulah ajaibnya.  Mulanya SKSD lahir dari kelakar belaka. Beberapa gelintir—benar-benar hanya sedikit—pekerja di sebuah lembaga swasta suka jalan-jalan bareng.  Acaranya hampir selalu dadakan. Kadang mereka berangkat setelah jam kerja berakhir, adakalanya pada hari libur. Pe

Teja Terbuka Menjelang Bukateja

  Tukang tambal mulai melepas ban WinAir100 Selepas zuhur, matahari sedang terik-teriknya. Tiga sepeda motor beriringan melintasi jalan dari Ciberem, Sumbang, Banyumas menuju Semarang pada Ahad, 31 Juli 2022. Sebagian ruas jalan berlapis aspal dan sebagian yang lain berlapis beton. Keluar dari kota Purbalingga, WinAir100  yang berjalan paling depan sempat tersesat. Ketika iring-iringan tiga sepeda motor sampai di simpang tiga Bojong, lampu lalu lintas menyala hijau. Tanpa ragu,  WinAir100  mengambil arah lurus ke selatan. Motor kedua ikut. Beruntung, pengendara motor ketiga cukup hafal jalur di sana. Sambil berbelok ke kiri, ia memberi teman-temannya isyarat dengan klaksonnya. Dua motor yang telanjur menyeberang segera menepi lalu berbalik arah. Lampu lalu lintas menyala merah, memaksa keduanya berhenti sebelum berbelok ke kanan. Tak berselang lama, lampu menyala hijau. Kedua motor berjalan menyusul teman mereka yang menunggu beberapa meter di timur pertigaan. Di atas beton keras yang

(Ti)TIP

Demi menemani istri, Sabtu (2/7) saya harus menginap di Solo. Dua hari sebelumnya, saya berselancar mencari penginapan yang pas. Ini kriterianya: dekat lokasi kegiatan, nyaman, ekonomis. Setelah membanding-bandingkan sejumlah penginapan yang ditawarkan beberapa agen, akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada Roemah de' Poenk Syariah . Terus terang, label "syariah" menjadi preferensi pertama. Setidaknya, saya berharap untuk tidak bercampur dengan tamu-tamu yang menginap secara tidak halal. Selanjutnya, reviu dari para tamu terdahulu saya jadikan referensi. Pengalaman orang-orang yang pernah mencicipi jasa itu tentu lebih jujur daripada deskripsi berbau iklan yang disiarkan oleh penyedia jasa. Siang menjelang sore, saya "memiloti pesawat" pribadi WinAir100 . Istri duduk di jok belakang. Kedua lengannya bak  seat belt  mendekap erat tubuh sang pilot. Hampir empat jam kemudian, kami baru memasuki Kota Solo. Begitulah biasanya. Kecepatan WinAir  bergantung kepada siapa

Masing-Masing Punya Syākilah

Senin (28/02/2022) pagi. Wakinem datang ke rumah Mbakyu. Dia menjadi tamu terakhir yang saya dapati selama dua hari menumpang di sana. Sejak sehari sebelumnya, rumah Mbakyu memang ramai oleh tetamu. Mereka bukan tamu-tamu- nya  Mbakyu. Anaknya yang nomor dualah yang mereka cari. Untuk membayar tagihan air. Keponakan saya itu menjadi kasir penerima pembayaran rekening air bersih yang dikelola dusun. Usai transaksi, Wakinem tak segera pulang. Dia duduk di samping Simbok, yang sudah lebih dulu berangin-angin di bangku panjang di teras. Tampaknya sudah lama dia tidak menghibur mbokdenya.  Wakinem dan saya saudara sebuyut (Jawa: naksanak ). Mboknya dan Simbok saudara sepupu (Jawa: nakdulur ). Kakeknya, adik kandung Nenek. Sejenak njagongi  Simbok, lalu Wakinem beralih topik: curhat. Dia bercerita tentang suka dukanya merawat mertua. Dua-duanya, ayah dan ibu mertuanya, sakit. Untuk merawat fisik mereka yang sakit, Wakinem tidak merasa terbebani. Justru dia sering dibuat tidak nyaman oleh gej

Jelajah Antah-Berantah

Ki-ka: Wawang, Cahya, Kang Gw, Firdaus, Syarif, Bari. Fotografer: Warto. Lokasi: halaman istana Simbok. Wonogiri, 26 Desember 2021 Semestinya hanya saya yang sampai ke rumah itu, dusun itu, pagi itu. Malam sebelumnya, kemenakan saya punya hajat: memanjatkan doa bersama beberapa orang tetangga dekatnya. Saya diminta hadir untuk mengaminkan doa-doa tulus mereka. Hari-hari itu janin di rahim istrinya menginjak usia empat bulan. Mendapat undangan dari kemenakan itu, saya ingat Ndan Wawang. Personel satuan pengamanan di salah satu unit sekolah kami itu pernah menyampaikan keinginannya untuk melihat rumah batu. Ya, rumah unik di Tirtomoyo, Wonogiri yang sempat viral itu mengundang penasarannya. Maka, saya tawarkan kepadanya untuk menemani saya memenuhi undangan kemenakan. Janji saya, esoknya ganti saya temani dia mengunjungi rumah batu. Rupanya Ndan Wawang kurang percaya diri untuk hadir sebagai satu-satunya orang asing di keluarga saya. Dia menyodorkan satu nama untuk diajak serta: Pak Bari

Dokter: Buat Apa Disingkat?

Seorang teman mengunggah tulisan di sebuah platform grup percakapan: "Berikut ini saya menemukan beberapa penulisan yang berbeda dalam plang di bangunan rumah sakit yang cukup membingungkan banyak orang bagaimana penyebutannya. Misalnya, RS dr. Sismadi, RS Dr. Suyoto, RS Dr. Reksodiwiryo, RSU Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sardjito, Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, RSUD dr. Soedono, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RS Dr. J. H. Awaloei, Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan, RSK dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUD dr. Murjani Sampit, RSUD dr. Slamet Garut, dan RSUP Dr. Hasan Sadikin. Penulisan Dr dan dr di plang bangunan rumah sakit di atas berbeda- beda. Praktik penulisan itu yang bisa bikin orang bingung." Diam-diam saya menyimpan kekaguman di dalam hati. Teman saya itu tentu pesiar hebat. Begitu banyak kota di Nusantara yang sudah dirambahnya. Lebih hebat lagi, ia begitu jeli mencermati tulisan pada papan nama rumah-rumah sakit yang dijumpai di kota-kota itu. Tapi, dasar berotak n

Menang tanpa Ngasorake (secuil seni negosiasi)

  Credit: https://depositphotos.com/6578713/stock-illustration-bullying-boss-shouting-and-pointing.html  Siang yang Gerah   Seorang lelaki gagah datang ke sekolah. Ia hendak mengadukan perundungan yang menimpa anak gadisnya. Tak sekadar mengadu, si ayah juga melancarkan tuntutan: sang pelaku harus dikeluarkan! Sangar: pecat! Beruntung, ia gagal bertemu dengan panglima sekolah. Sang Jenderal tengah mengikuti kegiatan dinas di luar. Hanya dua deputinya yang menerima sang tamu. Sebenarnya, sang Jenderal pun sekadar panglima  pocokan . Kedudukan resminya sama dengan kedua tandemnya: deputi. Panglima yang asli sedang cuti untuk keperluan ibadah. Kepalang tanggung. Waktu dan tenaga sudah dikorbankan. Sayang kalau niat tak jadi terlaksana. Tak ada rotan, rumput pun boleh. "Bla ... bla ... bla ...!" tutur si tamu, bak orang kalap, "Bapak-Bapak tentu tahu, ini sudah keterlaluan! Pelanggaran berat! Menyangkut etika! Ranahnya moral! Ini yang namanya "pagar makan tanaman"!