Tempaan yang Paripurna
Kandidat yang lolos seleksi
kemudian menempuh pendidikan guru secara ketat, dengan biaya sepenuhnya
ditanggung Pemerintah. Guru SD, SMP, dan SMA harus berkualifikasi magister
(S2), sedangkan guru PAUD harus sarjana (S1). Pendidikan guru di Finlandia
menerapkan program mayor-minor. Pada jenjang S1, mahasiswa menyelesaikan beban
studi 180 kredit (SKS), dan S2 120 SKS. Tidak ada alternatif lain untuk
memperoleh sertifikat guru. Ijazah yang diterbitkan oleh universitas itu
sekaligus berfungsi sebagai lisensi mengajar.
Selaian jurusan PAUD, calon guru
PAUD juga bisa mengambil program mayor di jurusan pekerjaan sosial, dengan
syarat yang 60 SKS merupakan mata kuliah ke-PAUD-an dan pedagogi sosial. Mahasiswa
calon guru SD pada jenjang S1 mengambil jurusan pendidikan guru kelas, di mana
mereka dituntut menguasai materi seluruh bidang studi inti yang diajarkan di SD
beserta didaktik dan metodiknya. Pada jenjang S2, mereka bisa mengambil jurusan
ilmu pendidikan atau bisa juga mengambil spesialisasi pendidikan khusus—persiapan
untuk mengajar siswa-siswa berkebutuhan khusus. Kandidat guru SMP dan SMA/K
mengambil program mayor pada satu bidang studi tertentu dan minornya pada
bidang studi yang lain—boleh satu atau dua.
Pendidikan guru berbasis kombinasi
riset, praktik, dan refleksi. Artinya, pendidikannya harus ditopang oleh
pengetahuan ilmiah dan difokuskan pada proses berpikir dan keterampilan
kodnitif yang diperlukan dalam melaksanakan riset. Selain menguasai teori
pendidikan dan materi beserta pedagogi bidang studi, setiap calon guru SD, SMP,
dan SMA/K juga wajib menyelesaikan tesis dengan topik yang relevan dengan
praktik pendidikan. Masa studi keseluruhan S1 dan S2 berlangsung selama 5
sampai 7,5 tahun, bergantung pada jurusannya.
Kurikulum pendidikan guru menjamin
bahwa lulusannya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang seimbang, baik
teori maupun praktik. Mereka juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang
pendidikan dalm berbagai perspektif, termasuk psikologi dan sosiologi
pendidikan, teori kurikulum, penilaian, pendidikan khusus, dan pedagodi bidang
studi yang dipilih.
Di seluruh Finlandia, ada 8
universitas yang membuka fakultas keguruan. Masing-masing memiliki strategi dan
kurikulum sendiri. Kurikulum pendidikan keguruan dikoordinasikan secara
nasional (untuk menjamin koherensi), tetapi didesain secara lokal untuk
optimalisasi sumberdaya yang dimiliki masing-masing universitas.
Komitmen pada pendidikan guru
berbasis riset juga mengandung pengertian bahwa teori pendidikan, metodologi
riset, dan praktik memegang peranan yang sama pentingnya dalam program
penempaan calon guru. Kurikulum pendidikan guru dirancang untuk menciptakan
jalan yang sistematis dari dasar-dasar pemikiran pendidikan menuju metodologi
riset pendidikan, dan pada akhirnya menuju lapangan ilmu pendidikan lebih
lanjut. Dengan demikian, setiap mahasiswa keguruan membangun pemahaman atas wajah
praktik pendidikan yang sistemik. Mahasiswa juga belajar bagaimana merancang,
melaksanakan, dan menyajikan riset orisinil tentang aspek-aspek teoretis dan praksis
pendidikan.
Yang juga menjadi unsur penting
dalam pendidikan guru berbasis riset adalah magang praktik di sekolah. Selama
lima tahun kuliah, calon guru menjalani praktik mengajar mulai tingkat dasar,
lanjut, hingga paripurna. Melalui tahapan-tahapan itu, mereka mengawali magang
dengan mengamati kegiatan pembelajaran oleh guru berpengalaman, praktik
mengajar di bawah pengawasan guru pamong, hingga akhirnya mengajar secara
mandiri di kelas-kelas berbeda sambil dievaluasi oleh guru pamong dan dosen
pembimbing. Pengalaman praktik tersebut menghabiskan 15%—25% dari seluruh waktu
kuliah. Sebagian besar pengalaman magang itu dilaksanakan di sekolah latihan
yang dikelola oleh universitas, yang kurikulumnya sama dengan sekolah umum.
Sebagian lagi dilaksanakan di sekolah-sekolah umum yang terpilih. Untuk dapat
terpilih sebagai tampat magang, sekolah-sekolah itu harus memiliki staf
profesional dengan standar lebih tinggi. Sedangkan guru pamong dipilih dari
mereka yang terbukti mumpuni dalam membimbing mahasiswa calon guru.
Sekolah latihan juga harus
menyelenggarakan program penelitian dan pengembangan bekerja sama dengan
fakultas keguruan di universitas. Dengan demikian, sekolah dapat memperkenalkan
contoh-contoh pelajaran dan desain kurikulum alternatif kepada mahasiswa calon
guru. Sekolah latihan juga memiliki guru-guru yang mumpuni dalam supervisi,
pengembangan profesi guru, dan strategi penilaian. Berkat pola pendidikan yang
sedemikian kafah dan ketat, mereka betul-betul siap menjalankan tugas mengajar
begitu diangkat menjadi guru.
Setelah Menjadi Guru
Finlandia tidak mengenal
sentralisasi manajemen pendidikan. Oleh sebab itu, kewenangan untuk mengambil
keputusan dan kebijakan menyangkut pengangkatan guru berada di tangan kepala
sekolah dan staf, bersama komite sekolah. Disediakan tunjangan khusus untuk
menarik minat para guru muda agar mau mengajar di sekolah-sekolah kecil di
pedesaan, yang lazimnya kurang populer dibandingkan dengan sekolah-sekolah di perkotaan.
Tenaga guru terorganisasi dengan baik. Hampir semua guru menjadi anggota
OAJ—semacam serikat guru (maaf, saya belum mendapati kepanjangannya yang asli
dalam bahasa Finlandia; dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi Trade
Union of Education).
Tidak ada evaluasi formal yang
diterapkan terhadap guru. Para guru mendapatkan umpan balik atas kinerja mereka
hanya dari kepala sekolah dan sejawatnya sendiri. Penilaian terstandar untuk
mengevaluasi siswa pun tidak ada. Oleh sebab itu, tidak ada patokan formal
untuk mengukur hasil akhir prestasi akademik siswa, yang di banyak negara
dipakai sebagai alat ukur keberhasilan guru. Di Finlandia, guru yang dianggap
baik adalah mereka yang berhasil membantu seluruh siswanya mengalami kemajuan
dan berkembang secara holistik.
Universitas (dalam hal ini
fakultas/jurusan keguruan) adalah satu-satunya lembaga yang berwenang
menerbitkan sertifikat lisensi guru. Para guru kelak melamar pekerjaan langsung
ke pemerintah daerah (pemda)—sebagai penyelenggara sekolah—yang membuka lowongan.
Pemenuhan kebutuhan guru dilakukan oleh kepala sekolah atau dinas pendidikan,
bergantung pada regulasi yang dianut pemda setempat.
Status guru di sekolah dibedakan
menjadi dua: guru kontrak dan guru tetap. Guru kontrak diangkat untuk jangka
waktu satu tahun pelajaran karena kebutuhan sekolah bersifat sementara (untuk
menggantikan guru yang cuti bersalin, misalnya). Prosedur rekrutmen guru
kontrak cukup sederhana. Sebaliknya, rekrutmen guru tetap dilakukan secara
saksama melalui seleksi yang sangat ketat. Sekali diangkat, guru tetap tidak
mengenal masa percobaan dan tidak ada alasan untuk memberhentikannya sepanjang
tidak melakukan pelanggaran etika mengajar. Pemerintah sangat percaya terhadap keandalan
proses pendidikan guru, etika profesional mereka, dan kemampuan mereka untuk
bekerja sama dengan sejawat dalam menjalankan tugas profesi mengajar—termasuk
dalam hal pengembangan kurikulum dan penilaian—untuk mendukung keefektifan
mereka.
Setelah diangkat di sebuah
sekolah, para guru biasanya sanggup bertahan seumur hidup. Hanya berkisar
10—15% guru yang keluar dari profesinya itu. Para guru SD sering menyejajarkan
pekerjaan mereka dengan pekerjaan dokter di klinik kesehatan. Karakteristik
utama nuansa kerja guru di Finlandia adalah mereka otonom, dipercaya, dan
diakui sebagai tenaga profesional. Tidak seperti di negara-negara penganut
sistem birokrasi yang membuat para guru merasa tertekan, terancam, dan diawasi secara
berlebihan, di Finlandia mengajar merupakan profesi yang agung, di mana
guru-guru merasa dapat benar-benar mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan
yang mereka peroleh semasa kuliah.
Tempaan profesionalime tidak
berhenti hanya di bangku pendidikan calon guru. Meski modusnya variatif—bergantung
kepada kebijakan sekolah dan pemda masing-masing—pengembangan kompetensi guru
dalam jabatan mendapat perhatian serius di Finlandia. Sejumlah sekolah, bahkan,
menerapkan program induksi bagi guru pemula dengan prosedur dan sistem yang
terbilang sangat tertata. Di sebagian sekolah, program induksi itu menjadi
tanggung jawab kepala atau wakil kepala sekolah. Di sebagian yang lain,
tanggung jawab tersebut dipercayakan kepada guru-guru yang sudah berpengalaman.
Program pendidikan tambahan—termasuk kesempatan studi lanjut—bagi guru dalam
jabatan juga semakin diperhatikan. Untuk mempersempit kesenjangan antarsekolah
dan antardaerah dalam hal kesempatan mengembangkan kapasitas profesional bagi
guru dalam jabatan, Kementerian Pendidikan bekerja sama dengan pemda berencana
menggandakan anggaran pengembangan profesional guru pada tahun 2016.
Desain Kurikulum, Penilaian,
dan Kepemimpinan
Sejak masa reformasi pendidikan
Finlandia, guru dituntut untuk mandiri dalam mengembangkan kurikulum dan
penilaian. Pelatihan profesional guru yang terus berkembang secara bertahap
sejak 1980-an telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Keterlibatan guru
dalam desain kurikulum dan penilaian itu terbukti berhasil meningkatkan status,
kepuasan, dan keefektifan guru.
Kerangka dasar kurikulum nasional
untuk pendidikan dasar dan menengah memberikan rambu-rambu kepada guru mengenai
materi yang harus dikuasai siswa pada tiap-tiap tingkat kelas dan mata
pelajaran. Namun, perencanaan kurikulum menjadi tanggung jawab sekolah dan
pemda. Dinas pendidikan setempat bersama guru menyusun kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP), dan kepala sekolah memegang peran kunci dalam desain
kurikulum. Pendidikan calon guru menjamin bahwa setiap guru mumpuni dalam menguasai
pengetahuan dan keterampilan merencanakan kurikulum.
Selaras dengan perannya dalam
desain kurikulum, guru memegang peranan kunci dalam menilai siswa.
Sekolah-sekolah Finlandia tidak menggunakan tes terstandar untuk mengukur
keberhasilan siswa. Ada tiga alasan yang melandasi kebijakan ini. Pertama,
karena praktik penilaian mengacu kepada kurikulum nasional, kebijakan
pendidikan Finlandia lebih memprioritaskan pengembangan cara belajar dan
kreativitas personal sebagai bagian penting dalam penyelenggaraan sekolah.
Karena itu, penilaian hasil belajar siswa lebih dimaksudkan untuk melihat perkembangan
dan kemampuannya sendiri daripada dibandingkan dengan indikator-indikator
statistik. Kedua, kinerja guru mesti dikendalikan oleh kurikulum,
pengajaran, dan pembelajaran; bukan oleh tes. Penilaian siswa dilakukan secara
terpadu dalam proses belajar-mengajar, dan digunakan untuk memperbaiki kinerja
siswa dan guru sepanjang tahun pelajaran. Ketiga, mengukur prestasi
akademik dan perkembangan sosial siswa dipandang sebagai tanggung jawab guru,
bukan asesor eksternal. Guru adalah juri terbaik untuk menilai kemajuan belajar
murid-muridnya sendiri.
Sekolah-sekolah Finlandia mengakui
bahwa sistem penilaian yang sepenuhnya diserahkan kepada guru itu mengandung
kelemahan tidak ada komparasi antarsekolah. Namun, Finlandia meyakini bahwa masalah
yang timbul akibat tes terstandar oleh pihak eksternal—seperti pengerdilan kurikulum,
pengajaran demi tes, praktik-praktik tercela menyangkut manipulasi hasil tes,
dan kompetisi tidak sehat antarsekolah—berpotensi untuk lebih problematis. Lantaran
guru harus merancang dan melaksanakan penilaian berbasis kurikulum yang cocok
untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa, maka kecakapan mengelola penilaian
kelas dan evaluasi berbasis sekolah menjadi bagian penting dalam pendidikan dan
pengembangan profesional guru.
Kendati tugas utama guru adalah
mengajar di kelas, pekerjaan mereka lebih banyak berlangsung di luar kelas.
Secara resmi jam kerja guru terdiri atas tatap muka di kelas, menyusun persiapan
pembelajaran, dan dua jam per minggu mempersiapkan kegiatan sekolah bersama
sejawat. Dari perspektif internasional, jam mengajar guru Finlandia lebih
sedikit, kurang dari 600 jam per tahun. Bandingkan dengan di Amerika, yang
mencapai 1.800 jam. Hal itu tidak berarti bahwa pekerjaan guru Finlandia lebih
ringan dan sedikit daripada di negara-negara lain. Pekerjaan yang tak kalah
penting—dan semuanya tanpa dibayar—yang harus ditunaikan oleh guru-guru
Finlandia adalah memperbaiki kinerja kelas, meningkatkan kinerja sekolah secara
keseluruhan, dan mengabdi untuk masyarakat. Karena guru bertanggung jawab atas
desain kurikulum dan penilaian serta eksperimentasi untuk memperbaiki metode, sebagian
besar pekerjaan penting guru justru dilakukan di luar kelas.
Karena mengajar harus sangat
profesional, aneka pekerjaan harus dijalani dalam rangka menunaikan tanggung
jawab mengajar. Salah satu ciri utama sekolah-sekolah Finlandia adalah bahwa
semua guru diperlakukan sama dan dituntut mengerjakan tugas yang sama pula. Sangat
jarang guru dibebani tugas yang sama sekali tidak berkait dengan pembelajaran.
Portofolio tugas bisa saja beragam—misal: ada guru yang mendapat tugas lebih
banyak dalam urusan kurikulum, kerja sama dengan orang tua, atau program
kemitraan dengan dunia usaha—tetapi semua tetap harus menjagar.
Guru yang mendapat tugas berat dan
memakan waktu pun tetap mengajar, walaupun jam tatap mukanya lebih sedikit.
Untuk semua tugas tambahan itu jarang ada kompensasi tambahan. Kadang-kadang
saja kepala sekolah menganggarkan honorarium ala kadarnya. Berarti, sangat terbatas
ruang untuk pengembangan karier di sekolah-sekolah Finlandia. Namun demikian,
guru-guru senior menerima gaji yang jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang
masih pemula.
Simpulan
Kapasitas guru untuk mengajar di
kelas dan bekerja secara kolaboratif di dalam komunitas profesional telah
dibangun secara sistematis selama masa pendidikan calon guru. Strategi jitu
untuk menjamin kualitas guru harus sudah diterapkan sejak masa seleksi calon
mahasiswa keguruan. Pengalaman Finlandia ini mengandung pesan bahwa kunci utama
untuk membuat kaum muda berbakat tertarik pada profesi guru adalah memperlakukan
guru sebagai profesi terhormat dan independen, bukan sekadar melaksanakan implementasi
teknis atas standar dan tes yang dimandatkan pihak eksternal. Tempaan
kompetensi dan kesiapan guru merupakan prasyarat bagi otonomi profesional yang
menjadikan mengajar sebagai karier yang disegani.
Rujukan:
1. Linda Darling-Hammond and Robert Rothman, eds., Teacher and Leader Effectiveness in High-Performing Education Systems (Washington, DC: Alliance for Excellent Education and Stanford, CA: Stanford Center for Opportunity Policy in Education, 2011)
2. OAJ (Trade Union of Education in Finland), Teacher Education in Finland, 2008
Hi..Pak Teguh. Sekarang saya yang menemukan Anda..hehe..begitulah perjuangan para pencari ilmu ya Pak..
BalasHapusBTW. Saya juga sudah menulis tentang FInland dan guess what i found from your blog? interestingly i found different.
Kalau bapak lebih mngulas softwarenya yaitu guru, sistem pendidikan dan spirit mengajar. Saya malah lebih melihat konsistensi Finland itu dari sistem pemerintahnya : bagaimana pemerintahnya melihat pendidikan sebagai hak dasar.
anyway, apapun itu yang kita dapat dari oleh2 belajar di internet, semoga bisa bermanfaat bagi diri kita sendiri maupun masyarakat ya Pak..
Terima kasih, Bunda berkenan pinarak.
HapusYa, Bunda, saya agak geregetan dengan kondisi guru di negeri kita yang not well-trained, well-developed, nor well-appreciated. Akhirnya saya terjemahkan sajalah 2 keping literatur itu (tapi maaf, pasti terjemahannya lebih kasar ketimbang karya Mbah Google; maklum, modal nekat saja).
Last but not least, saya kebetulan doyan tema-tema pedagogik dan psikologi. So, beberapa tulisan Bunda sudah saya kunyah. Dan ... fairly enlightening.
Eits ... salam kagem keluarga Bunda.
ijin share pak Teguh....
BalasHapusSilakan, Pak Mansur. Semoga bermanfaat.
HapusSeperti tertera dalam pernyataan di bawah, semua yang tersaji di blog ini 100% milik-Nya.
Maaf, saya terlambat menemukan notifikasi koementar Bapak.
Selamat berkarya, Pak Mansur ...
Salam kenal.