Langsung ke konten utama

Postingan

Sakaratul-Maaf

  Belakang (ki-ka): Aziz, Suko, Mohadi, Topo & putrinya, Gw. Depan (ki-ka): Anis, Nur Ch., Uswatun, Sofi, Shaila, Diana. Mencuci pakaian sudah selesai. Tidak biasa, sebenarnya, saya mencuci sore-sore begitu. Malam selepas isya menjadi waktu favorit bagi saya untuk keceh. Alasannya sederhana tapi prinsipiel: itulah waktu yang paling senggang. Sabtu (3/9) sore itu saya menunggu jam keberangkatan. Suko Bantul, yang menawarkan diri untuk menjadi relawan tour leader saya, menjadwalkan berangkat pukul 5-an sore. Sebelum asar saya sudah tiba di rumah. Untuk membunuh waktu sekitar 2 jam itulah, saya menyalurkan hobi: bermain air sabun untuk membasahi pakaian kotor. Saya lebih suka menyebutnya bermain, bukan pekerjaan, karena hobi yang satu ini menggelikan hati: pakaian kering dibasahi, lalu mati-matian dikeringkan lagi. Kurang kerjaan! Makanya , bermain. Menjelang pukul 5 saya sudah tiba di markas Banyumanik, tempat kerja yang saya tetapkan sebagai lokasi penjemputan. Sambil menunggu

Menimbang Ulang Strategi Pemasaran Sekolah

  Sumber gambar: https://www.stevensonadvertising.com/creative-marketing-strategies-that-will-amplify-your-brand/  “Marketing: Creating Customer Value and Engagement.” Demikian judul bagian pertama buku Principles of Marketing, yang ditulis oleh Philip Kotler dan Gary Amstrong (Pearson, 2017). “Simply put, marketing is engaging customers and managing profitable customer relationships. The aim of marketing is to create value for customers in order to capture value from customers in return,” tulis dua profesor pemasaran itu, menjelaskan maksud judul tersebut. Value dan engagement menjadi dua kata kunci. Minyak penumbuh rambut, di mana-mana dan apa pun mereknya, punya khasiat yang sama: menumbuhkan rambut. Semua orang tahu itu. Adalah cara memasarkannya yang membedakan apakah sebuah merek minyak rambut dikenal luas dan laku keras atau mengendon di rak-rak toko obat tanpa pernah dilirik peminat. Sekolah punya cerita yang relatif sama. Semua orang paham bahwa sekolah adalah tempat p

TIPs Menghadapi Tugas Baru

  Junior. Belum genap satu semester saya bergabung di sekolah Y. Sebagai guru tidak tetap (GTT), tiap bulan saya menerima honor yang dihitung berdasarkan beban kerja. Variabelnya, jumlah jam mengajar per minggu. Tidak banyak tetapi—setelah digabungkan dengan honor mengajar di sekolah X—cukup untuk menghidupi diri sendiri: sewa kamar kos, makan, transportasi, prangko (belum musim pulsa atau paket data), dan lain-lain. Menginjak semester ke-2, pendapatan saya dari sekolah Y bertambah. Selain honor mengajar, ada tunjangan jabatan. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum (Wakasek Kurikulum) lolos seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Dia harus menanggalkan statusnya di sekolah itu, beserta segala tugas dan jabatannya. Jabatan wakasek kurikulum itulah yang kemudian saya warisi. Begitu menerima kabar lolos seleksi CPNS, Pak Ut—nama lengkapnya: Utomo—berpamitan kepada Kepala Sekolah. Keduanya lalu berunding untuk menentukan pengganti Pak Ut. Keesokannya saya dipanggil oleh Kepala Sekolah.

Amung Ati Pawitane

"OK. Sabar, ya, Yu ." Terlalu irit. Berkesan pelit, bahkan. Empat kata yang semuanya hemat aksara itu ditulis untuk menjawab permohonan izin. Seorang pegawai terpaksa datang terlambat ke tempat kerja. Ada kewajiban domestik yang mesti ditunaikan terlebih dulu. Bukan kali pertama dia menghadapi kendala serupa: niatnya untuk berdisiplin terhalang oleh urusan keluarga. Mungkin sebenarnya dia sudah bosan mengulang-ulang permintaan izin datang terlambat. Tidak hanya malu kepada pimpinan dan teman sejawat, dapat dipastikan dia juga menanggung perasaan bersalah kepada institusi. Datang terlambat dan pulang lebih awal menjadi catatan buruk di hari-hari kerjanya. Sudah berbilang bulan dia berjuang untuk melewati ujian berat yang datang menghampirinya tanpa cecala itu.  Bisa jadi, tangannya menggigil kencang ketika mengetik SMS—layanan pesan singkat lewat ponsel, yang populer kala itu—untuk dikirimkan kepada pimpinannya pagi itu. Maklum, pimpinannya baru. Wajar kalau dia masih menerka

Susah, Susah, ... Gampang, Gampang

  1,7 vs. 8,5 versus pink vs. white Ajaib!  Gambar di atas menunjukkan dua sepeda yang saya potret di sebuah toko sepeda tidak jauh dari tempat kerja saya, Senin (8/8). Yang kiri, jambon, dibanderol harga 1,7 juta rupiah. Yang kanan, putih, ditawarkan 8,5 juta. Foto itu saya kirimkan kepada istri saya, lalu dikirimkan lanjut ke anak kami. Mahasiswi semester 5 itu diminta memilih. " Piiinkkk, " jawabnya melalui pesan WhatsApp . Itu jawaban spontan, pilihan serta merta, semata-mata berdasarkan preferensi warna. Meskipun spontan, dijamin pilihan itu tidak akan berubah hingga seandainya dia tahu fakta numerik di baliknya sekalipun. Kini ibunya boleh lega selega-leganya. Dua hari belakangan anak gadis kami itu membuatnya pusing. Dia minta sepeda lipat. Dia ingin menggunakannya sebagai alat transportasi kuliah. Dari kos ke kampus berjarak kira-kira 3—4 kilometer. Dua hari sebelumnya ibunya dipaksa ikut—secara harfiah, sebenarnya dia yang ikut ibunya—survei sepeda. Katanya, dia per