Langsung ke konten utama

Postingan

(Belum) Siap Dilaknat

  Berubah total. Itulah kesan yang saya peroleh ketika kali terakhir bertandang ke tempat ini, Senin (18/07). Perubahan total itu makin kentara kalau dibandingkan dengan yang saya dapati ketika berkunjung kali pertama, 1990-an awal. Kala itu namanya masih Balai Penataran Guru (BPG) dan saya masih berstatus cantrik di sebuah kampus pelat merah.  Kunjungan kedua baru saya alami sekitar satu dasawarsa kemudian, 2000-an awal. Kali ini saya sudah berstatus pengabdi di sebuah sekolah dasar. Namanya masih BPG. Bangunan dan lanskapnya juga belum mengalami banyak perubahan. Bak mandinya masih bersambung untuk beberapa kamar mandi dalam satu deretan. Pada kunjungan saya yang ketiga (atau ke-4?), namanya sudah berubah menjadi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan dan kemudian berubah lagi sedikit menjadi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Gedung-gedung dan tata ruangnya sudah berubah hampir total. Hingga medio dekade 2000-an itu kehadiran saya di LPMP tak lebih sekadar tamu. Kami meminjam temp

(Ti)TIP

Demi menemani istri, Sabtu (2/7) saya harus menginap di Solo. Dua hari sebelumnya, saya berselancar mencari penginapan yang pas. Ini kriterianya: dekat lokasi kegiatan, nyaman, ekonomis. Setelah membanding-bandingkan sejumlah penginapan yang ditawarkan beberapa agen, akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada Roemah de' Poenk Syariah . Terus terang, label "syariah" menjadi preferensi pertama. Setidaknya, saya berharap untuk tidak bercampur dengan tamu-tamu yang menginap secara tidak halal. Selanjutnya, reviu dari para tamu terdahulu saya jadikan referensi. Pengalaman orang-orang yang pernah mencicipi jasa itu tentu lebih jujur daripada deskripsi berbau iklan yang disiarkan oleh penyedia jasa. Siang menjelang sore, saya "memiloti pesawat" pribadi WinAir100 . Istri duduk di jok belakang. Kedua lengannya bak  seat belt  mendekap erat tubuh sang pilot. Hampir empat jam kemudian, kami baru memasuki Kota Solo. Begitulah biasanya. Kecepatan WinAir  bergantung kepada siapa

Banyak Pelatihan, Kurang Latihan

  Poster di atas saya jumpai di akun Facebook dan LinkedIn Pak Armala, founder sekolah manajer Human Plus Institute, yang diunggah pada 24 Mei 2022 menjelang pukul 7 pagi. Atas izin beliau, saya menyematkannya di sini. Jika mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kita tidak akan menemukan perbedaan yang kentara antara pelatihan dan latihan . Di kamus resmi Pemerintah itu, kata latihan didefinisikan sebagai "hasil berlatih" dan ragam cakapan untuk kata berlatih atau pelatihan itu sendiri. Dua kata dalam bahasa Inggris training  (pelatihan) dan practice  (latihan) barangkali dapat membantu mempertegas perbedaan antara keduanya. Pelatihan (training) lazimnya berlangsung dalam situasi formal dan durasi terbatas. Ada peserta (trainee) dan pelatih (trainer) . Kurikulumnya diatur secara ketat. Kegiatannya disudahi dengan penyematan status "berhasil" atau "lulus" (atau, ada jugakah "gagal"?) dan predikat "baik" (atau ada jugak

Surat Terbuka untuk Dirjen GTK

Kamis, 10 Maret 2022, iseng-iseng saya membuka akun SIMPKB (sistem informasi manajemen pengembangan keprofesian berkelanjutan), yang dikelola Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Saya buka menu program, salah satunya: Studi Lanjut Guru - Bantuan Pemerintah.  Saya pilih dan ikuti langkah-langkahnya. Sampai di kotak dialog “Apa ada rencana untuk melanjutkan pendidikan tingkat lanjut?” saya pilih opsi “Tidak”. Berikutnya, saya diminta “Mohon disampaikan alasan beserta saran dan masukannya kepada KEMENDIKBUD”.  Dengan antusias saya mengetik di kotak balasan. Selesai mengetik, saya klik tombol “KIRIM SARAN”. Hasilnya, muncul jawaban: “Isian Survei Anda gagal disimpan. 406566: Waktu Pengisian Survei telah berakhir.” Agar tidak menjadi bisul bernanah, saya salin saja isian survei tersebut di sini sebagai surat terbuka untuk Direktur Jenderal GTK. A. Alasan saya enggan melanjutkan s

Masing-Masing Punya Syākilah

Senin (28/02/2022) pagi. Wakinem datang ke rumah Mbakyu. Dia menjadi tamu terakhir yang saya dapati selama dua hari menumpang di sana. Sejak sehari sebelumnya, rumah Mbakyu memang ramai oleh tetamu. Mereka bukan tamu-tamu- nya  Mbakyu. Anaknya yang nomor dualah yang mereka cari. Untuk membayar tagihan air. Keponakan saya itu menjadi kasir penerima pembayaran rekening air bersih yang dikelola dusun. Usai transaksi, Wakinem tak segera pulang. Dia duduk di samping Simbok, yang sudah lebih dulu berangin-angin di bangku panjang di teras. Tampaknya sudah lama dia tidak menghibur mbokdenya.  Wakinem dan saya saudara sebuyut (Jawa: naksanak ). Mboknya dan Simbok saudara sepupu (Jawa: nakdulur ). Kakeknya, adik kandung Nenek. Sejenak njagongi  Simbok, lalu Wakinem beralih topik: curhat. Dia bercerita tentang suka dukanya merawat mertua. Dua-duanya, ayah dan ibu mertuanya, sakit. Untuk merawat fisik mereka yang sakit, Wakinem tidak merasa terbebani. Justru dia sering dibuat tidak nyaman oleh gej