Langsung ke konten utama

Spanyol Juara Luar-Dalam

Beragam spekulasi akhirnya terjawab sudah. Senin (2/7/12) dini hari--menurut jam kita--gelaran Piala Eropa 2012 berakhir. Spanyol dinobatkan sebagai juara setelah berhasil mencukur Italia 4-0. Teknik tiki-taka, yang akhir-akhir ini sering menuai kecaman, terbukti masih mujarab sebagai "jimat" Spanyol untuk melumpuhkan lawan. Selamat kepada Spanyol!

Di balik gelar Euro Champion yang disandangnya, sejujurnya timnas Spanyol menyisakan satu pertanyaan yang gagal terjawab: siapa bintang di timnas Spanyol?

Bahwa Torres tercatat sebagai pencetak gol terbanyak dalam waktu bermain tersingkat, itu fakta. Bahwa Xavi terekam sebagai pass master terakurat (akurasi operan bola 93%), itu tak terpungkiri. Bahwa sepanjang laga final itu Casillas berkali-kali menjadi pahlawan bagi keperawanan gawang yang dijaganya, itu tak terbantahkan. Lalu, siapa di antara mereka--atau mungkin juga pemain-pemain yang lain--yang pantas berjuluk "bintang"?

Torres, meski berhasil mencetak gol ketika baru 9 menit merumput, tak bintang-bintang amat. Buktinya, kesempatan mengulang gol empat menit sesudahnya tak berbuah gol dari kakinya. Alih-alih, ia justru melimpahkan tugas mencetak gol kepada Matta. Silva, pembobol pertama gawang Italia pada menit ke-14, juga tidak bintang banget. Tanpa umpan tarik yang disuguhkan secara apik oleh Fabregas, rasanya sulit baginya untuk menyumbangkan gol perdana itu. Sedangkan Xavi seolah-olah hanya pintar menjadi tukang suruh. Salah satu suruhannya yang setia adalah Alba, yang berhasil mengantarkan bola operannya ke sarang gawang Buffon, dan tercatat sebagai gol kedua dalam final Euro 2012.

Kelangkaan bintang itulah yang membuat Spanyol lebih daripada sekadar juara! Menonton permainan bola anak-anak asuhan del Bosque rasanya tidak lengkap jika hanya memakai "kacamata sepak bola". Mereka tidak sekadar menyuguhkan football game, apalagi seremeh football match. Menonton sepakbola Spanyol sejatinya adalah menyaksikan demonstrasi pilar-pilar character building yang cukup komplet.

Peduli. Di atas hamparan rumput kita bisa menyaksikan bagaimana mereka mendemonstrasikan sikap peduli kepada kawan satu tim. Posisi kawan yang bergerak searah menuju gawang lawan tak pernah luput dari perhatian. Kawan yang berlari mengikuti arah pergerakan bola betul-betul dipandang sebagai pemain satu tim yang siap memetik kemenangan bersama, bukan penonton atau supporter yang hanya siap menunggu gol terjadi lalu ikut bersorak bangga. Itulah yang membuat skill mereka dalam mengoper bola lewat passing-passing pendek tampak begitu kuat, seolah bebas dari kawalan lawan. Kelangkaan tendangan keras dari jarak jauh adalah akibat dari watak peduli dan suka berbagi itu.

Hormat. Secara nyata kita menyaksikan bagaimana timnas Spanyol menghormati otonomi dan otoritas. Passing bola, sekalipun tidak selalu tepat sasaran, adalah otonomi setiap pemain. Dan semua pemain Spanyol secara sempurna menunjukkan sikap hormat terhadap otonomi kawan itu, meskipun salah atau gagal. Wasit memiliki otoritas untuk mengambil putusan menyangkut status bola dan pemain. Lagi-lagi, para pemain Spanyol secara sempurna mendemonstrasikan sikap hormat terhadap otoritas wasit, sekalipun nyata-nyata menyalahi fakta.

Alangkah indahnya andai gaya sepak bola edusportainment ala Espana itu bisa kita jumpai di negeri tercinta ini; tidak hanya di lapangan bola, melainkan juga--yang lebih penting--di kantor-kantor pemerintahan, institusi hukum, panggung politik, lembaga pendidikan, dan semua ranah kehidupan kita. Duuuh ... kangennya!

Last but not least, tak ada jeleknya kita tengok aksi para pemain La Furia Roja setelah sukses menaklukkan lawan di final itu. Selebrasi ala kadarnya sejenak, lalu sejumlah pemain menghampiri keluarga mereka yang selama 90 menit setia memompa semangat mereka dari tepi lapangan. Beberapa pemain segera menggendong anak-anak mereka. Bahkan, dengan ekspresi tulus tanpa beban, Torres membopong kedua anaknya dan melayani mereka bermain di gawang.

Begitukah cara terindah untuk menikmati kemenangan? Makin rindu saja rasanya .... Rindu akan penjelmaan nyata aneka slogan, semboyan, pepatah, sesanti, dan rupa-rupa kata bijak yang sering menghiasi bibir bangsa kita!

Bravo Espana! Bravo sepak bola! Bravo karakter bangsa kita!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

11 Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif (Bagian 1)

    Tulisan ini  disadur dari  11 Principles of Effective Character Education ( Character Education Partnership, 2010)       Apa pendidikan karakter itu? Pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk mengembangkan nilai-nilai budi dan pekerti luhur pada kaum muda. Pendidikan karakter akan efektif jika melibatkan segenap pemangku kepentingan sekolah serta merasuki iklim dan kurikulum sekolah. Cakupan pendidikan karakter meliputi konsep yang luas seperti pembentukan budaya sekolah, pendidikan moral, pembentukan komunitas sekolah yang adil dan peduli, pembelajaran kepekaan sosial-emosi, pemberdayaan kaum muda, pendidikan kewarganegaraan, dan pengabdian. Semua pendekatan ini memacu perkembangan intelektual, emosi, sosial, dan etik serta menggalang komitmen membantu kaum muda untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, tanggap, dan bersumbangsih. Pendidikan karakter bertujuan untuk membantu kaum muda mengembangkan nilai-nilai budi luhur manusia seperti keadilan, ketekunan, kasih say

Indonesia Belum Mantan

  Bu Guru Lis, Pak Guru Jack, Pak Guru Yo, dan Kang Guru Gw "Selamat pagi, Prof. Saya sedang explore di Semarang," tulis Mas Joko "Jack" Mulyono dalam pesan WhatsApp-nya ke saya. Langsung saya sambar dengan berondongan balasan, "Wow, di mana, Mas? Sampai kapan? Om Yo nanti sore tiba di Semarang juga, lho." "Bukit Aksara, Tembalang (yang dia maksud: SD Bukit Aksara, Banyumanik—sekira 2 km ke utara dari markas saya)," balas Mas Jack, "Wah, sore bisa ketemuan  di Sam Poo Kong, nih ." Cocok. Penginapan Om Yohanes "Yo" Sutrisno hanya sepelempar batu dari kelenteng yang oleh masyarakat setempat lebih lazim dijuluki (Ge)dung Batu itu. Jadi, misalkan Om Yo rewel di perjamuan, tidak sulit untuk melemparkannya pulang ke Griya Paseban, tempatnya menginap bersama rombongan. Masalahnya, waktunya bisa dikompromikan atau tidak? Mas Jack dan rombongan direncanakan tiba di Sam Poo Kong pukul 4 sore. Om Yo pukul 10.12 baru sampai di Mojokerto.

Wong Legan Golek Momongan

Judul ini pernah saya pakai untuk “menjuduli” tulisan liar di “kantor” sebuah organisasi dakwah di kalangan anak-anak muda, sekitar 20 tahun silam. Tulisan tersebut saya maksudkan untuk menggugah teman-teman yang mulai menunjukkan gejala aras-arasen dalam menggerakkan roda dakwah. Adam a.s. Ya, siapa tidak kenal nama utusan Allah yang pertama itu? Siapa yang tidak tahu bahwa beliau mulanya adalah makhluk penghuni surga? Dan siapa yang tidak yakin bahwa surga adalah tempat tinggal yang mahaenak? Tapi kenapa kemudian beliau nekat melanggar pepali hanya untuk mencicipi kerasnya perjuangan hidup di dunia? Orang berkarakter selalu yakin bahwa sukses dan prestasi tidak diukur dengan apa yang didapat, melainkan dari apa yang telah dilakukan. Serta merta mendapat surga itu memang enak. Namun, mendapat surga tanpa jerih payah adalah raihan yang membuat peraihnya tidak layak berjalan dengan kepala tegak di depan para kompetitornya. Betapa gemuruh dan riuh tepuk tangan da