Langsung ke konten utama

4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = ... x ...



Inilah rupanya PR yang mengguncang jagad persekolahan itu!
Sudah lama saya mencela prosedur pembelajaran matematika yang lazim berlaku di kelas-kelas kita.

Apakah matematika itu, sejatinya?
Apakah ia wahyu yang sejak zaman azali sudah bersemayam di alam samawat? Lalu ia diturunkan oleh Malaikat Mate dan diserahterimakan kepada Nabi Matika untuk diajarkan secara dogmatis kepada makhluk bumi?
Ataukah ia rekaman peristiwa dan kegiatan yang berlangsung di bumi? Lalu oleh para pemerhati ia diformulasikan dalam pola-pola hubungan? Kemudian, untuk menghemat ruang komunikasi, ia dituangkan dalam bentuk lambang-lambang?

Jika diyakini bahwa matematika itu wahyu, ya ... sudahlah, teruskan saja mengenalkan matematika mulai dari angka-angka. Namun, bila matematika adalah ilmu, sudah selayaknya guru menahan nafsu untuk segera menjejali otak (alat penalaran) murid-murid dengan gugusan lambang.

Tentang PR biang heboh itu, sangat naif bila perdebatannya terpaku hanya pada jawaban murid. Bisa jadi jawaban murid tersebut memang salah semua. Artinya, 8 x 8 dan 4 x 4 itu pun bisa salah, jika ternyata dia tidak mengerti apa maksud 8 x 8 dan 4 x 4 itu. Lha, jika memang itu yang terjadi (semua jawaban salah), lalu apanya yang salah?

Apa pun yang salah, dan di mana pun letak kesalahannya, kita patut bersyukur atas kesempatan yang kita peroleh untuk menyaksikan kasus ini. Fakta ini hanyalah gunung es problema jagad pendidikan kita. Semua warga bangsa tercinta boleh berharap, malapraktik pembelajaran dan penilaian semacam ini segera berakhir. Bukankan sudah cukup besar nilai rupiah yang dikucurkan untuk mengobati penyakit ini: peningkatan kualifikasi akademik guru (semua harus S1 atau D4); sertifikasi profesi guru (+ tunjangan = 1 x gaji); kurikulum 2013 (+ anggaran pelatihan sekian juta guru)?

Guru boleh mencoret-coret pekerjaan murid karena dianggap salah. Kakak murid itu boleh mengecam guru adiknya karena coretan guru dianggap salah. Para pakar boleh berebut membela siapa yang benar. Pejabat atas nama kementerian boleh menegur guru. Tapi ... kepada siapa guru tersebut dapat mengalamatkan "kemarahannya"?

Selamat berdebat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

11 Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif (Bagian 1)

    Tulisan ini  disadur dari  11 Principles of Effective Character Education ( Character Education Partnership, 2010)       Apa pendidikan karakter itu? Pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk mengembangkan nilai-nilai budi dan pekerti luhur pada kaum muda. Pendidikan karakter akan efektif jika melibatkan segenap pemangku kepentingan sekolah serta merasuki iklim dan kurikulum sekolah. Cakupan pendidikan karakter meliputi konsep yang luas seperti pembentukan budaya sekolah, pendidikan moral, pembentukan komunitas sekolah yang adil dan peduli, pembelajaran kepekaan sosial-emosi, pemberdayaan kaum muda, pendidikan kewarganegaraan, dan pengabdian. Semua pendekatan ini memacu perkembangan intelektual, emosi, sosial, dan etik serta menggalang komitmen membantu kaum muda untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, tanggap, dan bersumbangsih. Pendidikan karakter bertujuan untuk membantu kaum muda mengembangkan nilai-nilai budi luhur manusia seperti keadilan, ketekunan, kasih say

Indonesia Belum Mantan

  Bu Guru Lis, Pak Guru Jack, Pak Guru Yo, dan Kang Guru Gw "Selamat pagi, Prof. Saya sedang explore di Semarang," tulis Mas Joko "Jack" Mulyono dalam pesan WhatsApp-nya ke saya. Langsung saya sambar dengan berondongan balasan, "Wow, di mana, Mas? Sampai kapan? Om Yo nanti sore tiba di Semarang juga, lho." "Bukit Aksara, Tembalang (yang dia maksud: SD Bukit Aksara, Banyumanik—sekira 2 km ke utara dari markas saya)," balas Mas Jack, "Wah, sore bisa ketemuan  di Sam Poo Kong, nih ." Cocok. Penginapan Om Yohanes "Yo" Sutrisno hanya sepelempar batu dari kelenteng yang oleh masyarakat setempat lebih lazim dijuluki (Ge)dung Batu itu. Jadi, misalkan Om Yo rewel di perjamuan, tidak sulit untuk melemparkannya pulang ke Griya Paseban, tempatnya menginap bersama rombongan. Masalahnya, waktunya bisa dikompromikan atau tidak? Mas Jack dan rombongan direncanakan tiba di Sam Poo Kong pukul 4 sore. Om Yo pukul 10.12 baru sampai di Mojokerto.

Wong Legan Golek Momongan

Judul ini pernah saya pakai untuk “menjuduli” tulisan liar di “kantor” sebuah organisasi dakwah di kalangan anak-anak muda, sekitar 20 tahun silam. Tulisan tersebut saya maksudkan untuk menggugah teman-teman yang mulai menunjukkan gejala aras-arasen dalam menggerakkan roda dakwah. Adam a.s. Ya, siapa tidak kenal nama utusan Allah yang pertama itu? Siapa yang tidak tahu bahwa beliau mulanya adalah makhluk penghuni surga? Dan siapa yang tidak yakin bahwa surga adalah tempat tinggal yang mahaenak? Tapi kenapa kemudian beliau nekat melanggar pepali hanya untuk mencicipi kerasnya perjuangan hidup di dunia? Orang berkarakter selalu yakin bahwa sukses dan prestasi tidak diukur dengan apa yang didapat, melainkan dari apa yang telah dilakukan. Serta merta mendapat surga itu memang enak. Namun, mendapat surga tanpa jerih payah adalah raihan yang membuat peraihnya tidak layak berjalan dengan kepala tegak di depan para kompetitornya. Betapa gemuruh dan riuh tepuk tangan da