Langsung ke konten utama

Postingan

Ketika Valedictorian Menggugat Sistem Pendidikan di Negerinya

Di Sinilah Saya Berdiri 1) Erica Goldson (seorang valedictorian 2) sebuah SMA di AS) Alkisah, seorang murid Zen 3) —yang masih muda namun ulet—menghampiri gurunya dan bertanya, “Jika saya bekerja sangat keras dan rajin, berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk mencapai Zen?” Sang Guru berpikir sejenak, kemudian menjawab, “Sepuluh tahun.” Si murid bertanya lagi, “Bagaimana kalau saya bekerja sangat, sangat keras dan memaksa diri saya untuk belajar dengan cepat, berapa lama waktu yang saya butuhkan?” Jawab sang Guru, “Ya, dua puluh tahun.” “Lalu, jika saya benar-benar, sungguh-sungguh melakukannya, berapa lama?” tanya si murid lagi. “Tiga puluh tahun,” jawab sang Guru. “Duh, saya tidak mengerti,” keluh si murid, yang tampak mulai kesal. “Setiap kali saya menyatakan bahwa saya akan bekerja lebih keras, justru Anda katakan waktu yang saya butuhkan lebih lama. Kenapa Anda berkata begitu?” Jawab sang Guru, “Bila Anda arahkan tatapan salah satu mata ke tujuan, maka tingga

Mengintip Dapur Pendadaran Guru Finlandia (Bagian 2 - Habis)

Tempaan yang Paripurna Kandidat yang lolos seleksi kemudian menempuh pendidikan guru secara ketat, dengan biaya sepenuhnya ditanggung Pemerintah. Guru SD, SMP, dan SMA harus berkualifikasi magister (S2), sedangkan guru PAUD harus sarjana (S1). Pendidikan guru di Finlandia menerapkan program mayor-minor. Pada jenjang S1, mahasiswa menyelesaikan beban studi 180 kredit (SKS), dan S2 120 SKS. Tidak ada alternatif lain untuk memperoleh sertifikat guru. Ijazah yang diterbitkan oleh universitas itu sekaligus berfungsi sebagai lisensi mengajar. Selaian jurusan PAUD, calon guru PAUD juga bisa mengambil program mayor di jurusan pekerjaan sosial, dengan syarat yang 60 SKS merupakan mata kuliah ke-PAUD-an dan pedagogi sosial. Mahasiswa calon guru SD pada jenjang S1 mengambil jurusan pendidikan guru kelas, di mana mereka dituntut menguasai materi seluruh bidang studi inti yang diajarkan di SD beserta didaktik dan metodiknya. Pada jenjang S2, mereka bisa mengambil jurusan ilmu pendidikan a

Mengintip Dapur Pendadaran Guru di Finlandia (Bagian 1)

(Refleksi Hari Guru Nasional) Senin lusa, 25 November 2013, bangsa kita memperingati Hari Guru Nasional (HGN). Memang, sebagai wujud apresiasi terhadap jasa profesi yang satu ini, hampir setiap negara di dunia memiliki hari guru nasional masing-masing. Bahkan, di tingkat dunia pun ada Hari Guru Internasional, yang jatuh pada 5 Oktober (di negara kita tentu kalah tenar oleh peringatan Hari TNI, yang jatuh pada tanggal yang sama). Mengawali renungan ini, sejenak kita simak penggalan sambutan Mendikbud dalam peringatan HGN 2013 dan HUT ke-68 PGRI seperti dikutip berikut ini. “.... Kalau kita cermati struktur penduduk kita pada tahun 2010, terdapat 46 juta anak usia 0 sampai 9 tahun dan 44 juta anak usia 10 sampai 19 tahun. Jadi, sekarang ini kalau kita ingin mempersiapkan generasi 2045, tidak ada pilihan lain kecuali harus memperkuat layanan, baik akses maupun kualitas pendidikan kita, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidik

Berguru kepada Guru-Guru Finlandia

“Pendidik profesional—apakah ia seorang guru yang mengajar di kelas, petugas perpustakaan, konselor, atau di bagian mana pun ia bertugas—memiliki satu tujuan yang sama: menyaksikan semua muridnya berhasil di sekolah dan dalam kehidupan kelak. Tak hanya bangga ketika muridnya berprestasi, mereka juga tak bisa tidur bila ada muridnya yang gagal. Pendidik profesional secara rutin menghampiri murid-muridnya sebelum dan seusai jam sekolah, memeriksa pekerjaan murid-muridnya untuk memperbaiki rencana pembelajaran, menjumpai keluarga muridnya pada malam hari dan akhir pekan, dan berjuang keras untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Kendati demikian, pengorbanan mereka jarang ‘dilirik’ oleh masyarakat yang dilayaninya.” (American Educator, Summer 2011, pg. 34) Secara mengejutkan, Finlandia bercokol di puncak peringkat hasil penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2000. Dari 41 negara peserta, Finlandia menduduki peringkat ke-1 untuk l

11 Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif (Bagian 3 - Habis)

(sambungan dari Bagian 2 ) Prinsip ke-8: Menggalang Seluruh Staf Sekolah sebagai Komunitas Belajar Seluruh staf sekolah harus terlibat dalam mengkaji, mendiskusikan, dan merasa memiliki usaha pendidikan karakter di sekolah. Pertama dan paling utama, staf memikul tanggung jawab untuk menjadi model pengamalan nilai-nilai luhur dalam perilaku mereka dan memanfaatkan kesempatan untuk memberikan pengaruh positif kepada peserta didik yang berinteraksi dengan mereka.  Kedua, nilai-nilai dan norma yang mengatur kehidupan peserta didik juga mengatur kehidupan kolektif seluruh warga dewasa di komunitas sekolah. Seperti halnya peserta didik, warga dewasa tumbuh dalam naungan karakter dengan bekerja secara kolaboratif, berbagi pengalaman terbaik, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk memperbaiki segala sendi kehidupan sekolah. Mereka juga harus memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan diri dan mengamati sejawat lalu menerapkan strategi pengembangan karakter dalam bekerja bersa

11 Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif (Bagian 2)

(sambungan dari Bagian 1 ) Prinsip ke-4: Membangun Komunitas Peduli Sekolah yang berkomitmen pada karakter mesti berjuang untuk menjadi miniatur masyarakat madani, yang peduli dan adil. Ini dilakukan dengan menciptakan komunitas yang mendorong seluruh warganya membangun hubungan yang saling menghormati, yang kelak akan membentuk jalinan saling peduli dan bertanggung jawab. Ini mencakup kepedulian antara peserta didik dan staf, antarpeserta didik, antarstaf, dan antara staf dan keluarga peserta didik. Hubungan saling peduli ini akan memupuk minat belajar maupun hasrat untuk menjadi pribadi luhur.  Semua anak dan kaum muda membutuhkan rasa aman, rasa memiliki dan dimiliki, serta pengalaman berkontribusi, dan mereka lebih mudah menghayati nilai-nilai dan harapan-harapan kelompok yang memenuhi kebutuhan tersebut. Demikian halnya, jika staf dan keluarga peserta didik saling hormat, adil, dan kooperatif dalam pergaulan satu dengan yang lain, mereka lebih mudah dalam mengembangkan nilai-nilai

11 Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif (Bagian 1)

    Tulisan ini  disadur dari  11 Principles of Effective Character Education ( Character Education Partnership, 2010)       Apa pendidikan karakter itu? Pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk mengembangkan nilai-nilai budi dan pekerti luhur pada kaum muda. Pendidikan karakter akan efektif jika melibatkan segenap pemangku kepentingan sekolah serta merasuki iklim dan kurikulum sekolah. Cakupan pendidikan karakter meliputi konsep yang luas seperti pembentukan budaya sekolah, pendidikan moral, pembentukan komunitas sekolah yang adil dan peduli, pembelajaran kepekaan sosial-emosi, pemberdayaan kaum muda, pendidikan kewarganegaraan, dan pengabdian. Semua pendekatan ini memacu perkembangan intelektual, emosi, sosial, dan etik serta menggalang komitmen membantu kaum muda untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, tanggap, dan bersumbangsih. Pendidikan karakter bertujuan untuk membantu kaum muda mengembangkan nilai-nilai budi luhur manusia seperti keadilan, ketekunan, kasih say