Langsung ke konten utama

Postingan

Mata Ibuku yang Sebelah

Aku sungguh benci dia. Dia hanyalah biang rasa malu bagiku. Pertemuan dengannya adalah saat yang paling membuatku menderita. Apalagi bila itu terjadi di depan orang banyak. Kehadirannya menjadi perusak citra diriku. Jika dia datang ketika aku sedang tertawa renyah bersama teman-temanku, seketika tawa riangku musnah. Jika dia datang ketika aku sedang riuh rendah bergurau, seketika senda gurauku menjadi kacau. Jika dia datang ketika aku tengah bernyanyi riang, seketika laguku mendadak sumbang. Pekerjaannya memasak. Setiap hari dia membuat beraneka makanan dan menjajakannya di sebuah sekolah. Entahlah, kenapa para guru dan siswa di sekolah itu setia menjadi pelanggannya? Apakah itu karena cita rasa masakannya berhasil memanjakan selera lidah mereka, ataukah mereka sekadar iba menyaksikan duka nestapanya. Ya, barangkali, sebenarnya mereka tidak berniat membeli makanan yang dijajakannya. Boleh jadi, mereka hanya ingin mengapresiasi ketabahannya sebagai seorang perempuan yang menderita cac

Teken Pakta Integritas???

Di Karanganyar, Jawa Tengah, seluruh kepala sekolah SMP dan SMA ramai-ramai menandatangani pakta integritas. Tentu, isinya berkaitan dengan pelaksanaan ujian nasional. Hebat, ya? Ya, setidaknya, orang berhak untuk menggubah beragam pertanyaan sebagai respon terhadap trend  tanda tangan pakta integritas itu. (1) Pakta integritas itu penegasan integritas yang sudah menjadi tradisi atau pertobatan dari tradisi nir-integritas? (2) Pakta tersebut tameng penangkal atau topeng penyamaran? (3) Pakta itu niat atau janji? (4) Pakta tersebut penting atau demi kepentingan? Dirangkum, empat pertanyaan tersebut terwakili oleh satu pertanyaan saja: ada apa di balik "ritual" penandatanganan pakta integritas itu?

Fenomena sang Surya

Muhammad Surya Alam Aprilima. Demikian nama tokoh fenomenal ini. Ditakdirkan terlahir pada 5 April membuat ia menyandang tanggal ulang tahun itu di ujung namanya. Nama yang sungguh indah! Mudah-mudahan sepenggal perjalanan sekolahnya bisa menjadi sang surya yang menyinari keindahan dunia. Setidaknya, dunia teman-teman seusianya. Paruh pertama semester gasal kelas 6. Seorang ibu menampakkan kesabarannya yang luar biasa. Ia menyilakan orang-orang lain mendahului gilirannya untuk mengambil laporan hasil belajar tengah semester anaknya. Ia memilih giliran terakhir. "Saya minta tolong, Pak," pintanya kepada guru wali kelas anaknya. "Nilai matematika Surya itu selalu di bawah rata-rata," lanjutnya. Keterlaluan memang! Dalam tes diagnostik untuk mendeteksi peta materi sukar pada ujian nasional—waktu itu masih berstatus UASBN—Surya “berhasil” memecahkan rekor. Nilainya 1,25! Artinya, hanya 5 dari 40 butir soal yang dijawab dengan benar. "Baik, Bu. Beri saya kesempata

Uji Kompetensi Awal

Ada yang sejak awal sudah menolak. Ada yang panik untuk menjalani. Ada yang berdebar-debar menanti pengumuman hasilnya. Ada yang kemudian bersorak kegirangan (bangga?) Ada yang mendadak jantungan. Ada yang kecewa ... Dan yang terkesan paling kecewa adalah Pak Menteri. "Nilai UKA (Uji Kompetensi Awal) sangat rendah," kata beliau. Nilai rata-rata nasional "hanya" berkepala 4. Ya, 4 koma sekian. Duh, guru ... guru .... Demi tunjangan sebesar gaji per bulan, semua jadi ruwet begini. Jangan-jangan sudah tidak ada lagi persoalan pendidikan yang menjadi perhatian bangsa ini selain kesejahteraan para guru? Ngeri!

Nyontek?!

Tiga tahun terakhir saya mendapat tugas mengampu kelas 6—kelas terakhir di sekolah dasar. Pada awal tahun pelajaran, saya selalu bertanya kepada anak-anak, "Siapa yang selama bersekolah belum pernah menyontek?"  Mencengangkan! Tahun pertama, tahun pelajaran 2009/2010, di antara 127 siswa tak seorang pun tunjuk tangan. Tahun kedua, 2010/2011, tak seorang anak pun—di antara 141 anak—tunjuk tangan. Tahun ini, 2011/2012, satu di antara 152 anak tunjuk jari. Praktis, selama tiga angkatan, dari 420 anak, saya baru mendapati seorang siswa yang belum bergelar penyontek. Berikutnya saya bertanya, "Siapa yang pernah diajari  nyontek  oleh orang tua kalian?"  Di antara 420 anak tidak ada yang mengacung. Tanya saya lagi, "Siapa yang pernah diajari  nyontek  oleh ibu atau bapak guru kalian?" Kembali sepi. Tak ada yang tunjuk tangan. Apakah  nyontek  itu warisan? Ataukah ia insting? Jadi, mereka bisa tanpa perlu diajari?  Simak jawaban mereka atas pertanyaan berikutny