Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

7 Kemerdekaan yang Terenggut dari Guru (Tafsir Radikal atas Pidato Mendikbud pada Peringatan Hari Guru Nasional 2019)

Pidato Mendikbud Nadiem Makarim pada upacara bendera peringatan Hari Guru Nasional 2019 menuai apresiasi luas. Ini kalimat utamanya: “Guru Indonesia yang tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus yang tersulit.” Kalimat utama tersebut segera diikuti tujuh kalimat penjelas. Ketujuh-tujuhnya berisi potret kontradiksi antara  das Sollen  dan  das Sein  yang disandang guru. Khas guru Indonesia, tentu. Pertama, “Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan.” Inilah akar kemerdekaan guru yang tercerabut. Justru seiring pengakuan guru sebagai profesi. Kontraproduktif. Konyol, bahkan. Di belahan dunia mana pun, profesionalisme ditandai dengan otonomi. Guru profesional mestinya bekerja dan berkarya secara otonom. Seorang profesional bertanggung jawab atas dasar kepercayaan  (trust-based responsibility).  Sementara, regulasi demi regulasi yang mengatur kerja dan karya guru cenderung menempatkan guru sebagai  a total

Tak Ada Murid Tak Pintar

Dia itu salah satu murid saya. Murid ilmu per-SOAL-an. Mulai dari nol. Besar. Dulu dia suka menyodorkan soal. Sudah jadi naskah sepaket. Minta disuntingkan. Saya baca sekilas. Lalu saya tanyakan: mana kisi-kisinya? Terbelalaklah si empunya soal. Saya hafal. Mayoritas soal tes di negeri ini tidak menetas dari telur kisi-kisi. Entah. Mungkin terlalu merepotkan. Sempat membuat soalnya saja sudah bejo. Tak perlu dibebani tuntuntan yang lebih merepotkan: membuat kisi-kisi. Atau ada alasan lain: sudah mahir. Tiap pekan membuat soal. Masa, masih harus membuat kisi-kisi juga? Dalam coaching kelompok pekan lalu, saya bertanya. Kepada seorang teman. Guru, yang juga penjahit. “Apakah penjahit yang sudah mahir juga biasa membuat baju yang dipesan pelanggannya tanpa membuat pola?” Begitu saya bertanya. “Ya tidaklah, Pak,” jawabnya. Sambil berekspresi gemas. Atau menggemaskan?

Ulah Radikal dalam Merawat Kompetensi Guru

Menggemaskan! Itu kesan saya tentang modus pendidikan di negeri tetangga. Tetangganya Timor Leste. Betapa tidak? Ups, tahan dulu. Nanti saja narasinya. Di paragraf ujung sana. Atau di ujung tulisan ini. Dua pekan terakhir ini saya berkutat dengan koreksi soal. Aneh, memang. Lazimnya, yang dikoreksi jawabannya. Kok, ini soalnya? Begitulah. Eh, belum. Baru begini. Maksudnya, begini ceritanya. Seperti dalam catatan HOTS yang Lagi Hot #1 dan #2, pada 26 Januari lalu  saya menerima titah. Menemani teman-teman belajar membuat soal HOTS. Lengkapnya: soal tes tulis yang menguji keterampilan berpikir aras lebih tinggi (higher order thinking skills atau HOTS). Kegiatannya bertajuk coaching. Saya juga kewalahan menemukan padanan yang pas untuk kata coaching itu. Di kamus pernah saya temukan arti coach : kereta yang ditarik oleh empat kuda. Semacam kereta kencana tunggangan Prabu Kresna, barangkali. Yang turut berjasa dalam perang agung Bharatayudha itu. Saya menyanggupi. Dalam hati, say

HOTS yang Lagi Hot #3

Banyumanik, 2 Februari 2019 Menyambung pertemuan ke-1 sepekan sebelumnya. Pertemuan kedua ini sebenarnya tidak terprogram. Di luar kontrak. Menurut rencana, saya hanya dijadwalkan untuk membersamai teman-teman dalam kelompok-kelompok kecil. Mungkin tidak sampai sepuluh orang peserta tiap-tiap kelompok. Tapi mendadak saya mengusulkan pertemuan tambahan. Klasikal. Maka, saya sebut pertemuan ke-2 ini sebagai pertemuan remedial. Saya iba. Mayoritas teman-teman belum beranjak dari soal-soal yang menguji LOTS: mengingat (remembering) dan memahami (understanding). Itu terendus dari karya yang sudah sampai ke dapur koreksi saya. Belum mencapai 25% dari jumlah peserta, memang. Saya mulai menduga-duga. Apa sebab? Apakah mereka gagal memahami perbedaan antara LOTS dan HOTS? Apakah mereka mengalami kesulitan yang amat sangat untuk membuat soal HOTS? Itu dugaan pertama. Atau, jangan-jangan, mereka masih memandang sebelah mata urgensi HOTS? Kalau yang LOTS saja sulit, ngapain susah-susah biki

HOTS yang Lagi Hot #2

Banyumanik, masih 26 Januari 2019 Berikutnya, saya suguhkan tiga butir soal. Dari selengkapnya empat. Menguji literasi Sains. Diambil dari PISA 2015. Dalam satu tema: Sustainable Fish Farming. Simulasi eksperimen budidaya ikan secara berkelanjutan. (Saya lumayan kewalahan. Untuk menemukan padanan kata sustainable. Yang pas dalam bahasa Indonesia). Sayang, saya hanya bisa mendapatkan yang edisi bahasa Inggris. Terpaksa saya terjemahkan. Sekenanya. Untuk kepentingan coaching ini. Agar audiens paham? Bukan! Cuma biar saya disangka mengerti bahasanya Donald Trump. Biar mereka percaya. Syukur-syukur kagum. Haha. Gambar di atas adalah soal ke-1. Teman-teman mencermati. Konstruksi soalnya. Ada kekagetan. Terpancar dari perubahan air muka. Soal yang memanjakan! Segenap informasi disajikan. Pengetahuan tentang fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Semua tersaji sebagai stimulus. Tidak ada yang harus dihafalkan. Responden (peserta didik berusia 15 tahun) dituntut untuk mencerna. Mengam

HOTS yang Lagi Hot #1

Banyumanik, 26 Januari 2019 Saya didaulat untuk meng-coach teman-teman. Para guru hebat. Narawiyata SD Islam Hidayatullah. Salah satu sekolah yang cukup dipercaya masyarakat. Di kota lumpia. Coaching penyusunan soal HOTS. Begitu titah yang saya terima. Tahun lalu saya melaksanakan tugas serupa. Coaching teknik penyusunan soal tes tulis. Tidak ada embel-embel “HOTS”, memang. Tapi saya nakal. Saya sisipkan saran untuk meng-upgrade ke level HOTS. Pada catatan untuk perbaikan beberapa soal buatan teman-teman itu. Kali ini lebih fokus: soal HOTS. HOTS. Higher Order Thinking Skills. Kata higher sengaja saya tebalkan. Agar tidak menimbulkan kekacauan persepsi. Khawatir. Jangan-jangan timbul dikotomi paradoksal. Low (rendah) versus high (tinggi). Taksonomi Bloom itu menunjukkan kontinum tingkat berpikir. Dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi. Bukan pertentangan. Yang ini rendah dan yang itu tinggi. Saya mengawali kelas dengan bertanya: “Siapa yang merasa bahwa HOTS ini baran

Ilusi Bangsa Terpecah

Keutuhan Bangsa sedang terancam.  Kata mereka.  Benarkah demikian?  Benar atau salah bergantung pada keyakinan dan sikap Anda.  Saya sih sudah biasa menonton pentas ketoprak. Dulu. Di kampung. Di atas panggung, para pemain saling menyerang. Antarkubu. Saling menyalahkan kubu lain. Tantang-menantang. Menebar ancaman. Berantem . Mengadu ketebalan kulit, kekenyalan daging, kekuatan otot, dan kekokohan tulang. Berlomba kesaktian mantra dan keampuhan jimat. Unjuk keterampilan menggunakan dan ketangkasan mengelakkan senjata. Tubuh-tubuh lincah bermanuver. Akrobatik. Berguling-guling. Berlompatan. Jatuh korban. Bertumbangan. Mengerang kesakitan. Terkapar bersimbah darah. Lalu tampil adegan selingan. Dagelan. Bisa solo, duo, trio, atau kwartet.  Para prajurit yang kelelahan beristirahat di belakang panggung. Di balik screen. Berbagi kopi. Secangkir berdua. Segelas bertiga. Atau berempat. Atau bertakberbilang. Bahkan. Juga berbagi rokok. Sebatang berlima. Berenam. Berberapa pun. Sambil