Langsung ke konten utama

11 Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif (Bagian 1)

    Tulisan ini disadur dari 

11 Principles of Effective Character Education (Character Education Partnership, 2010)

     

Apa pendidikan karakter itu?

Pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk mengembangkan nilai-nilai budi dan pekerti luhur pada kaum muda. Pendidikan karakter akan efektif jika melibatkan segenap pemangku kepentingan sekolah serta merasuki iklim dan kurikulum sekolah.

Cakupan pendidikan karakter meliputi konsep yang luas seperti pembentukan budaya sekolah, pendidikan moral, pembentukan komunitas sekolah yang adil dan peduli, pembelajaran kepekaan sosial-emosi, pemberdayaan kaum muda, pendidikan kewarganegaraan, dan pengabdian. Semua pendekatan ini memacu perkembangan intelektual, emosi, sosial, dan etik serta menggalang komitmen membantu kaum muda untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, tanggap, dan bersumbangsih.

Pendidikan karakter bertujuan untuk membantu kaum muda mengembangkan nilai-nilai budi luhur manusia seperti keadilan, ketekunan, kasih sayang, hormat-menghormati, dan keberanian, serta memahami mengapa mereka perlu menjalani sikap hidup seperti itu. Pendidikan karakter menciptakan kultur karakter secara terpadu yang mendukung dan menantang peserta didik maupun warga dewasa untuk berjuang menjadi pribadi mulia.

Mengapa Mesti Pendidikan Karakter?

“Sepanjang sejarah peradaban di seantero dunia, pendidikan selalu dibangun untuk meraih dua tujuan: membantu peserta didik menjadi cerdas dan membantu mereka menjadi saleh.” (Thomas Lickona & Matthew Davidson, Smart & Good High Schools)

Pendidikan karakter bukanlah hal baru. Pengarusutamaan pendidikan karakter dewasa ini hanyalah sekadar menghidupkan kembali sejarah panjang pendidikan yang menekankan nilai-nilai luhur seperti hormat-menghormati, integritas, dan kerja keras untuk membantu peserta didik menjadi manusia yang mumpuni dan warga negara yang baik. 

Pendidikan karakter memberikan solusi efektif atas isu-isu etik maupun akademik yang kian memprihatinkan. Para pendidik telah sukses menggunakan pendidikan karakter untuk mengubah sekolah mereka, memperbaiki budaya sekolah, meningkatkan prestasi peserta didik, membangun kesadaran sebagai warga dunia, merestorasi peradaban, mencegah perilaku antisosial dan perilaku tidak sehat, serta meningkatkan kepuasan kerja dan keselarasan antarguru.

Karena peserta didik menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sekolah memiliki tanggung jawab untuk menjamin semua peserta didik mendapat dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk meraih potensi puncak. Sekolah dengan pendidikan karakter yang bermutu tinggi adalah tempat yang didambakan oleh peserta didik, guru, dan orang tua. Sekolah yang demikian itu menjadi wahana bagi kaum muda untuk belajar dan berprestasi terbaik karena mereka merasa aman, dihargai, didukung dan tertantang, baik oleh teman sebaya maupun oleh orang dewasa di sekitar mereka.

Prinsip ke-1: Menjunjung Nilai-nilai Luhur

Sekolah yang ingin berhasil menerapkan pendidikan karakter mesti menyepakati nilai-nilai budi dan pekerti yang dipandang paling penting untuk diajarkan kepada peserta didik. Corak karakter idaman yang hendak disemai sekolah kadang disebut dengan istilah kebajikan, akhlak, adab, pilar, atau standar. Apa pun istilahnya, nilai-nilai luhur yang diusung oleh pendidikan karakter merupakan nilai-nilai yang menjunjung martabat kemanusiaan, meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan individu, menciptakan kemaslahatan umum, menyadari hak dan tanggung jawab kita sebagai masyarakat demokratis, dan berlaku universal (yakni: Apakah Anda ingin semua orang bertindak serupa ketika situasinya sama?) dan sebaliknya (yakni: Apakah Anda ingin diperlakukan serupa?).

Sekolah meyakini nilai-nilai asasi kemanusian tersebut menembus batas-batas perbedaan agama dan budaya serta menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan kita. Contoh nilai budi luhur adalah kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan hormat kepada diri sendiri maupun orang lain. Contoh nilai pekerti prima adalah ketekunan, kerja keras, keuletan, pemikiran kritis, dan sikap positif. Warga sekolah memilih dan memegang teguh nilai-nilai budi pekerti luhur itu sebagai asas yang menuntun bagaimana mereka berinteraksi dan berbuat terbaik di sekolah. Jika sekolah berkomitmen untuk membangun karakter peserta didiknya, nilai-nilai luhur itu dijadikan ruh dalam misinya dan rujukan bagi tata tertibnya.

Implementasi prinsip ke-1 adalah sebagai berikut.

  1. Ada seperangkat nilai luhur yang dipilih atau disepakati oleh segenap pemangku kepentingan di sekolah.
  2. Nilai-nilai budi pekerti luhur itu aktif memandu setiap aspek kehidupan sekolah.
  3. Nilai-nilai budi pekerti luhur itu diejawantahkan ke dalam tujuan dan harapan warga sekolah melalui pesan-pesan yang mudah terlihat.

Prinsip ke-2: Karakter Mencakup Pemahaman, Penghayatan, dan Pengamalan

Karakter mulia melibatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan atas nilai-nilai budi pekerti luhur. Maka, pendekatan holistik dalam pendidikan karakter mesti mengembangkan kecakapan kognitif, emosi, dan tingkah laku yang diperlukan untuk bertindak benar dan melakukan yang terbaik.

  • Peserta didik memahami nilai-nilai luhur dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati model tingkah laku, dan memecahkan masalah yang terkait dengan nilai-nilai tersebut.
  • Peserta didik belajar menghayati nilai-nilai luhur dengan mengembangkan keterampilan empati, membangun hubungan saling peduli, membangun kebiasaan kerja yang baik, mengemban tanggung jawab yang bermakna, terlibat dalam menciptakan komunitas, menyimak kisah-kisah inspiratif, dan merefleksi pengalaman-pengalaman hidup.
  • Peserta didik belajar mengamalkan nilai-nilai luhur dengan berjuang untuk melakukan yang terbaik dan menjadi yang terbaik di seluruh bidang kehidupan sekolah.

Karena tumbuh di dalam “kawah” karakter, anak-anak akan mencapai pemahaman yang makin sempurna tentang nilai-nilai budi pekerti luhur, komitmen yang makin menghunjam untuk hidup menurut nilai-nilai itu, serta kapasitas dan tendensi untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai itu.

Implementasi prinsip ke-2 adalah sebagai berikut.

  1. Sekolah mengupayakan agar peserta didik memperoleh pemahaman yang berkembang secara wajar tentang apa makna nilai-nilai luhur tersebut dalam perilaku sehari-hari dan memahami alasan mengapa perilaku tertentu mencerminkan karakter mulia sedangkan kebalikannya tidak.
  2. Sekolah memfasilitasi peserta didik untuk merenungkan nilai-nilai luhur tersebut, menghargainya, berhasrat untuk mengamalkannya, dan memegang teguh nilai-nilai itu.
  3. Sekolah memfasilitasi peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai luhur tersebut sehingga menjadi pola tingkah laku (akhlak) yang membudaya.
Prinsip ke-3: Menggunakan Pendekatan Holistik

Sekolah yang berkomitmen pada pendidikan karakter memandang dirinya sendiri dengan kacamata karakter untuk menilai seberapa jauh segala sesuatu yang berlangsung di sekolah memengaruhi karakter peserta didik. Pendekatan komprehensif memanfaatkan segala aspek kehidupan sekolah sebagai wahana untuk membangun karakter. Wahana itu melingkupi kurikulum akademik formal dan kegiatan ekstrakurikuler, serta apa yang sering disebut sebagai kurikulum tersembunyi atau informal (misal: bagaimana prosedur-prosedur sekolah mencerminkan nilai-nilai luhur, bagaimana warga dewasa menjadi model karakter mulia, bagaimana proses pembelajaran menghargai peserta didik, bagaimana perbedaan peserta didik diakui dan diterima, dan bagaimana kebijakan kedisiplinan mampu memacu peserta didik untuk mawas diri dan memperbaiki diri).

Program-program pendidikan karakter yang saling lepas dapat menjadi langkah awal atau unsur yang bermanfaat bagi suatu upaya komprehensif, tetapi tidak dapat menjadi pengganti yang memadai bagi pendekatan holistik yang memadukan pendidikan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Dengan pendekatan terencana dan proaktif, staf sekolah dapat melakukan hal-hal yang jauh lebih besar daripada sekadar bereaksi terhadap “momen-momen yang dapat dijadikan pelajaran” untuk memadukan pelajaran karakter. Mereka mengambil langkah-langkah njelimet dalam rangka menciptakan peluang untuk membangun karakter.

Implementasi prinsip ke-3 adalah sebagai berikut.

  1. Secara terencana dan proaktif sekolah mengejawantahkan karakter dalam segala aras.
  2. Pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam muatan akademik dan kegiatan pembelajaran.
  3. Pendidikan karakter menjadi prioritas guru dalam melaksanakan pembelajaran.
  4. Pendidikan karakter mengalir bersama setiap denyut kehidupan sekolah sepanjang hari, baik di dalam  kegiatan kelas, olah raga, rapat-rapat, maupun kegiatan ekstrakurikuler.


(bersambung ke Bagian 2)

Komentar

  1. ijin nyontek nggih Mas.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sumangga, nyuwun ngapunten dereng rampung. mugi kersa sabar sawetawis

      Hapus
  2. prinsip yng k 6 &7 tlong d uraikn dunk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Bunda Utami. Bukankah uraiannya ada di bagian 2? Sekadar catatan, artikel ini dibagi menjadi 3 bagian.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesia Belum Mantan

  Bu Guru Lis, Pak Guru Jack, Pak Guru Yo, dan Kang Guru Gw "Selamat pagi, Prof. Saya sedang explore di Semarang," tulis Mas Joko "Jack" Mulyono dalam pesan WhatsApp-nya ke saya. Langsung saya sambar dengan berondongan balasan, "Wow, di mana, Mas? Sampai kapan? Om Yo nanti sore tiba di Semarang juga, lho." "Bukit Aksara, Tembalang (yang dia maksud: SD Bukit Aksara, Banyumanik—sekira 2 km ke utara dari markas saya)," balas Mas Jack, "Wah, sore bisa ketemuan  di Sam Poo Kong, nih ." Cocok. Penginapan Om Yohanes "Yo" Sutrisno hanya sepelempar batu dari kelenteng yang oleh masyarakat setempat lebih lazim dijuluki (Ge)dung Batu itu. Jadi, misalkan Om Yo rewel di perjamuan, tidak sulit untuk melemparkannya pulang ke Griya Paseban, tempatnya menginap bersama rombongan. Masalahnya, waktunya bisa dikompromikan atau tidak? Mas Jack dan rombongan direncanakan tiba di Sam Poo Kong pukul 4 sore. Om Yo pukul 10.12 baru sampai di Mojokerto.

Wong Legan Golek Momongan

Judul ini pernah saya pakai untuk “menjuduli” tulisan liar di “kantor” sebuah organisasi dakwah di kalangan anak-anak muda, sekitar 20 tahun silam. Tulisan tersebut saya maksudkan untuk menggugah teman-teman yang mulai menunjukkan gejala aras-arasen dalam menggerakkan roda dakwah. Adam a.s. Ya, siapa tidak kenal nama utusan Allah yang pertama itu? Siapa yang tidak tahu bahwa beliau mulanya adalah makhluk penghuni surga? Dan siapa yang tidak yakin bahwa surga adalah tempat tinggal yang mahaenak? Tapi kenapa kemudian beliau nekat melanggar pepali hanya untuk mencicipi kerasnya perjuangan hidup di dunia? Orang berkarakter selalu yakin bahwa sukses dan prestasi tidak diukur dengan apa yang didapat, melainkan dari apa yang telah dilakukan. Serta merta mendapat surga itu memang enak. Namun, mendapat surga tanpa jerih payah adalah raihan yang membuat peraihnya tidak layak berjalan dengan kepala tegak di depan para kompetitornya. Betapa gemuruh dan riuh tepuk tangan da